Rabu, 04 April 2018

Road To Pesantren 2017


Road To Pesantren 2017
Pusat Studi Pesantren Jawa Timur

Kegiatan ini berlangsung mulai tanggal 26 - 28 Desember 2017 yang di selenggarakan di 4 daerah berbeda, yaitu; Kabupaten Malang, Kota Kediri, Kabupaten Kediri, dan Kabupaten Jombang. Kami berjumlah 5 Anggota/santri dari  Pusat Studi Pesantren Jawa Timur. Beberapa catatan dari hasil perjalanan kami berkunjung keliling dari pesantren ke pesantren akan kami sajikan berdasarkan urutan waktu kami mengunjunginya. 20 Pesantren dalam waktu 3 hari, hal yang sangat menajubkan bagi kami.



1. PESANTREN ALAM NUSANTARA
Pondok Pesantren Alam Nusantara, Bumiaji - Batu - Malang.
Wawancara: Kiai Muhammad Mulyono dan Gus Ahmad Nuril Musthofa

Kunjungan pertama tim Pusat Studi Pesantren yang disambut dengan luar biasa oleh tuan rumah Pondok Pesantren Miftahul Huda, tampak beberapa pandangan Kiai Muhammad Mulyono tentang konsep kesederhanaan dalam pesantren dan yang seharusnya kita lakukan. Beliau lebih sering menyampaikan tentang moralitas sebuah bangsa dan menjaga moral pribadi untuk langsung diterapkan pada kehidupan masing-masing.

Beliau spontan menyatakan "Radikalisme itu dilakukan oleh orang yang tidak memiliki Ahlaq (Moral) dan orang yang tidak selesai belajar tentang agama islam, mereka sering kali hadir dengan teror atas nama agama, kekerasan berdalih agama, kecurangan atas nama agama yang jelas-jelas tidak ada dalil untuk itu dalam Qur'an maupun Hadist. Di Kota Batu dahulu ada teroris yang meledakkan rumahnya ketika tertangkap polisi yang bernama Ashari, saya selaku warga di daerah sini sangat malu dan menentang keras setiap teror dan kekerasan atas nama agama."

Di suatu sisi kota Batu juga lahir Aktifis HAM (Hak Asasi Manusia) bernama Munir yang di abadikan jasa dan namanya pada museum 'Omah Munir' yang terletak di Jalan Bukit Berbunga - Sidomulyo - Batu. Museum yang didirikan setelah Munir tewas dalam kasus pembunuhan yang mencederai atas nama warga Batu dan Malang Raya. "Dari kota Batu kita bisa melihat warna masyarakat yang bermacam-macam, dari yang paling kanan sampai yang paling kiri ada disini, kami sebagai generasi muda terus berada ditengah-tengah dan mengawal perdamaian sebagai semangat Nahdlatul Ulama" ungkap Gus Musthofa.




2. PESANTREN KWAGEAN
Pondok Pesantren Fathul Ulum, Kwagean - Kediri
Wawancara: K.H. Abdul Hannan dan Gus H. Maghfur

Islam Rahmatan Lil Alamin, adalah pesan dari K.H. Abdul Hannan untuk selalu ditanamkan dalam hati masing-masing santri. "Aku gak ridho lek santriku onok seng nyalah gunakno agomo, santri kui kudu balik nang masyarakat, ngajari opo wae sak iso ne, yen durung iso yo bali nang pondok maneh, belajar maneh sampek iso" (saya tidak rela jika santri saya ada yang meyalahgunakan atas nama agama, santri itu harus kembali kepada masyarakat, mengajarkan apa saja sebisanya / apa yang ia bisa, jika belum bisa mengajar/mengabdi pada masyarakat ya kembali saja ke pondok dan belajar lagi sampai bisa)

"Islam itu keras ajarannya, ya benar keras, makna keras diterapkan pada diri sendiri. Maksudnya keras melawan hawa nafsu, keras jika meninggalkan ibadah, keras melawan kebodohan dengan cara belajar sampai tuntas, keras melawan kemiskinan, keras melawan malas berbuat baik, keras untuk berpikir, dan keras untuk mendekatkan diri kepada Allah dan berperilaku santun pada manusia." Beliau menambahkan lagi dengan nada lirih namun cukup menggetarkan hati kami.

Gus Maghfur dengan lebih menelaskan tentang profil pesantren Kwagean yang sering kali disebut sebagai pesantren jaduk dan perdukunan. Namun yang menjadi prioritas adalah ngaji dan ngabdi, sisi lain Pesantren ini juga memiliki loyalitas pada warga sekitar pesantren dan kedekatan yang  luar biasa.




3. PESANTREN KENCONG
PP Roudhotul Ulum, Kencong - Kediri
Wawancara: Gus Atta Saiful Millah

Kunjungan di pesantren ini sangat memberikan sebuah perhatian lebih pada generasi muda, itulah alasannya mengapa yang kami kunjungi rata-rata dari para putra Kiai yang memiliki peran strategis dalam lingkup pesantren secara umum dan pada tatanan kehidupan santri secara langsung. Para putra Kiai ini kemudian akan lebih cepat menyampaikan pada keluarganya, santrinya, massanya, dan pada media sosial.

Gus Atta adalah yang kami jumpai pada kesempatan kunjungan pada Pesantren Kencong di desa Kepung Kabupaten Kediri. Corak pesantren ini adalah tarekat, dengan jamaah sekitar 25.000 anggota yang terikat dalam tarekat Qodiriyah wa Naqsabandiyah. Beliau menerima beberapa wacana kami tentang Islam dan kaum muslimin tentang radikalisme dan kekerasan dalam beragama. Malah dalam ajaran tarekat adalah agama cinta dan melindungi manusia selain kepercayaannya.

Pusat Studi Pesantren dan Pondok Pesantren Roudhotul Ulum sepakat untuk mengawal perdamaian, kerjasama dalam dakwah literasi, saling melengkapi informasi, dan tetap menjaga silaturrahmi. "Semoga jalan baik kita semua tetap bisa istiqomah dan langkah baru ini baru pertama kalinya kami mendapatkan penjelasan tentang arti radikalisasi agama" ungkap Gus Atta.



4. PESANTREN LIRBOYO ( 1 )
Pondok Pesantren Al Mahrusiyah, PP Lirboyo Kota Kediri
Wawancara: Gus H. Ahmad Izzul Maula bin Imam Mahrus

Pesantren Lirboyo memiliki sekitar 24.000 santri yang menetap, dan 3.000 santri yang tinggal pada kampung sekitar. Pesantren Lirboyo sangat masyhur di nusantara dengan usia lebih dari seratus tahun. Yang menjadi ciri kahs pesantren ini adalah pendidikan salaf-tradisional dan kemandirian santri untuk bekerja (entrepreneur). K.H. Said Agil Siradj dan K.H. Musthofa Bisri adalah sebagian sedikit contoh alumni pesantren Lirboyo yang hari ini menjadi tokoh besar di negeri ini.

Tidak pernah kami duga sebelumnya bahwa Pesantren Lirboyo sudah jauh-jauh hari menentang radikalisme dan kekerasan beragama, malah kami mendapatkan wawasan baru tentang sejarah panjang Lirboyo mulai era penjajahan, orde baru, dan hari ini. Salah satu tokoh terhebat ketika itu adalah Mbah Maksum yang langsung turun pada konflik di lapangan dan terbukti dapat menyelesaikan dilematika keberagamaan dibeberapa kota di tanah Jawa, ketika itu Beliau selalu ditemani Gus Dur (K.H. Abdurrahman Wahid) untuk selalu mendampingi rakyat agar lebih mengutamakan kerukunan, menghargai agama lain, menghargai minoritas, dan bersikap moderat atau tasammuh-tawassuth.

Gus Izzul selaku penerus generasi ke 6 Lirboyo dengan panjang dan lebar menjelaskan proses berkembangnya Pesantren Lirboyo, apa saja peran Lirboyo di luar pesantren, siapa saja tokoh-tokoh Lirboyo, beberapa perkembangan Lirboyo pada dekade ahir ini, konsep pendidikan dan kurikulum Lirboyo, dan hal-hal seputar internal Lirboyo.


5. PESANTREN LIRBOYO (2)
Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadiin Ceria, PP Lirboyo Kota Kediri
Wawancara: Gus H. Ahmad Kafabih Mahrus

Lirboyo, adalah nama sebuah desa yang digunakan oleh KH Abdul Karim menjadi nama Pondok Pesantren. Terletak di barat Sungai Brantas, di lembah gunung Willis, Kota Kediri. Awal mula berdiri Pondok Pesantren Lirboyo berkaitan erat dengan menetapnya KH Abdul Karim ke desa Lirboyo tahun 1910 M.

Pesantren Lirboyo sangat luas, tentunya kami dua kali untuk berbagi, menggali informasi dan silaturrahmi pada Pesantren ini. Salah satu yang paling terkenal adalah Cak Mad, panggilan akrab dari Gus H. Ahmad Kafabih Mahrus. Terkenal sebagai ikon santri nusantara sekaligus selebgram yang memiliki 29.900 follower aktif di instagram. Tentunya hal ini sebagai cerminan sekaligus teladan bagaimana santri bertindak dan mengambil keputusan di era milenial. Selanjutnya dapat disimak di www.lirboyo.net

Selain kegunaan popularitas untuk mempermudah menyebarkan gagasan kami, juga lebih dari itu adalah adanya jaringan antar pesantren dengan pesantren dan pesantren dengan Pusat Studi Pesantren Jawa Timur. Jaringan ini yang kami harapkan sewaktu-waktu bisa lebih memberikan manfaat bagi umat manusia di kemudian hari.

Konsep Cak Mad cukup simpel untuk diterapkan, yaitu dengan cara memahami diri sendiri untuk memahami lingkungan sekitar dan orang lain, sehingga apapun yang terjadi tidak langsung kita pikirkan sendiri, tapi ada beberapa panutan yang perlu kita taqlid (anut), tentunya yang kita anut adalah Kiai-kiai kita yang sudah jelas alimnya dan sanad (silsilah) keilmuannya.





6. PESANTREN AL AMIN
Pondok Pesantren Al Amin, Ngasinan - Kediri
Wawancara: Gus Farid Iskandar Muda bin Anwar Iskandar

Pesantren Gratis, adalah ciri khas dari Pesantren ini. Sekitar 900 santri yang di didik di pesantren ini. Sang pendiri adalah K.H. M. Anwar Iskandar, saudara kandung dengan K.H. Nur Muhammad Iskandar, S.Q., Pengasuh Pondok Pesantren As Shidiqiyah Kebon Jeruk - Jakarta. Pesantren bercorak Tarbiyah wat Ta'lim (pendidikan dan pengajaran) dengan letak di dekat kampus dan sekolah formal. Ponpes Al Amin didirikan oleh K.H. Muhammad Anwar Iskandar di jalan raya Ngasinan No. 2 Kota Kediri pada tahun 1990. Beliau  mendirikan pondok pesantren ini dilatarbelakangi oleh keinginan untuk memberikan tempat yang sehat (suasana yang religius) dan mempunyai akhlaqul karimah kepada para pelajar agar mereka terhindar dari pergaulan yang tidak baik. Informasi lebih lanjut ada pada www.ponpesalamienkediri.blogspot.co.id

Secara umum Gus Farid hampir sama dengan pendapat pesantren lain, namun ada hal yang berbeda ketika kita dihadapkan dengan realita langsung di depan mata jika terjadi radikalisme dan terorisme, "lantas apa yang harus kita lakukan? Apa melawan aksi sama kerasnya? Atau kita berdiam diri? Atau malah melarikan diri?" Beliau malah bertanya pada kami.

"Salah satu yang pernah saya alami jika terjadi hal tersebut, kalangan mayoritas (kita) harus bersatu untuk melemahkan mereka yang minoritas, kan mereka sedikit, jadi kita tidak usah takut terhadap ancaman mereka, kita bersatu makan kita kuat, mereka pasti akan kalah. Kita memiliki sejarah masa lalu yang bisa kita baca dan diterapkan untuk hari ini" lanjut Gus Farid.


7. PESANTREN PLOSO
Pondok Pesantren Dalem Ning Eva, Ploso - Mojo - Kediri
Wawancara: Gus Fahmi Djazuli

Pada 1 Januari 1925, KH. A. Djazuli Usman mendirikan sebuah madrasah dan pondok pesantren. Ia memanfaatkan serambi Masjid untuk kegiatan belajar mengajar para santri. Tanpa terasa santri yang belajar dengan KH. A.Djazuli membengkak menjadi 100 orang. Masyarakat sekitar pondok pesantren Al-Falah Ploso pada awalnya tergolong masyarakat abangan (jauh dari agama). Ketika awal berdiri, banyak masyarakatnya mencemooh pondok pesantren Al-Falah. Apalagi para pejabat dan bandar judi, yang setatus quonya mulai terganggu. Mereka sering menyebarkan isu-isu sesat terhadap pondok pesantren ini.
Kunjungan kami bersama lima anggota dijamu dengan sangat luar biasa, Gus Fahmi adalah salah satu anggota penting dalam struktur Pesantren Ploso, Beliau menceritakan sosok Gus Miek yang mengembangkan tradisi wirid di luar kelompok tarekat yang sudah mapan di kalangan NU. Jama`ah Mujahadah Lailiyah yang dibangunnya berkembang menjadi Dzikrul Ghafilin. Pada tahun 1971-1973 susunan wirid-wirid Dzikrul Ghafilin diusahakan untuk dicetak, terutama setelah jangkauan dakwah Gus Miek telah menjangkau Jember bersama KH Achmad Shidiq yang awalnya sangat menentang, tetapi akhirnya menjadi sahabatnya, di Klaten di bawah payung KH Rahmat Zuber, di Yogyakarta di bawah payung KH Daldiri Lempuyangan, dan di Jawa Tengah di bawah payung KH Hamid Kajoran Magelang.

Gus Fahmi menyatakan bahwa strategi dakwahlah yang harus dibangun dan dikokohkan dahulu sebelum kita melangkah pada aspek-aspek untuk menentang faham radikalisme dan lain sebagainya. Dari fenomena dakwah leluhur kita bisa menerapkannya pada hari ini, yang meski membutuhkan strategi yang berbeda pula.


8. PESANTREN AL FALAH
Pondok Pesantren Al Falah 2, Ploso - Mojo - Kediri
Wawancara: Gus Ahmad Al Khafi

Pesantren melakukan sikap akomodatif atas kebudayaan-kebudayaan dan tradisi-tradisi lokal tersebut. Melalui ajaran-ajaran sufismenya, Pesantren menganggap bahwa praktik-praktik tradisi dan ekspresi-ekspresi budaya dalam masyarakat bukanlah masalah, sepanjang mendasarkan diri pada prinsip Tauhid. Tampak sekali lagi bahwa pesantren melihat persoalan-persoalan ini dari aspek substansinya, bukan format dan mekanisme formalistiknya. Oleh karena itu pesantren menolak tegas sikap dan cara pandang kelompok puritan-radikal yang memahami pandangan akomodatif tersebut sebagai bid’ah (sesat) dan musyrik.” Ungkap Gus Khafi panjang lebar atas pertanyaan kami.

Beliau menambahkan wacana baru dengan panjang lebar yang nampak atas kedalaman ilmu yang beliau miliki dan beliau melanjutkan, “bahwa Ahlussunnah Wal-Jama’ah adalah paham keagamaan yang menjunjung tinggi asas-asas moderasi dalam cara berpikir, bertindak dan bersikap. Ia adalah al-Tawâsuth (moderat), al-Tawâzun(keseimbangan) dan al-Tasâmuh (toleran). Dengan basis ini, pesantren sejatinya dapat menerima perkembangan ilmu pengetahuan yang berbasis rasionalitas dari manapun datangnya, tetapi juga tetap menghargai pemahaman keagamaan konservatif sepanjang memberikan manfaat bagi kemajuan dan kesejahteraan mereka. Inilah yang dalam tradisi Pesantren dikenal jargon : “al Muhafazhah ‘ala al qadim al shalih wa al Akhdz bi al Jadid al Ashlah” (mempertahankan tradisi lama yang baik dan mengadopsi tradisi baru yang lebih baik).”


9. PESANTREN MAYAN
Pondok Pesantren Al Ishlahiyah, Mayan - Mojo - Kediri
Wawancara: Gus Hubaib Nadjzami

Pesantren Mayan memiliki Tarekat Kebangsaan (Thoriqoh Wathoniyah) dan Tergabung dalam Majlis Al Khidmah dari K.H. Asrori AL Ishaqi Kedinding Surabaya. Wacana Gus Hubaib menyarankan; “pelajari agama Islam secara kaffah” Firman Allah: Artinya. ”maka bunuhlah orang-orang kafir itu dimana saja engkau jumpai”(QS, 9:5). Bila ayat ini dipahami secara tekstualnya. Ayat ini menyerukan kepada umat muslim untuk membunuh setiap orang kafir yang dijumpainya. Hal ini banyak yang salah penafsiran, sehingga banyak beranggapan bahwasanya  Islam disebarkan lewat jalan perang atau paksa dan ini merubah pemahaman jihad yang salah sehingga muncul radikalisme bebas yang membuahkan aksi teror yang membabi buta ditengah-tengah masyarakat.
Sebenarnya apabila ayat di atas dipahami secara kontekstual akan mengandung arti: “maka bunuhlah orang kafir itu (dalam medan perang) dimana saja engkau jumpai”. Ayat ini diturunkan ketika Nabi SAW. akan berperang, ini  motivasi langsung dari Allah SWT. Kesimpulannya Allah SWT. Mengizinkan kita membunuh kafir dalam keadaan kita berperang. Akan tetapi sesungguhnya Islam adalah agama yang damai, agama rahmat tan lil alamien, dengan bukti Nabi Muhammad SAW. memberikan kasih sayangnya dalam menyiarkan agama Islam tanpa melalui paksaan, sehingga dengan cepat dan mudah Islam masuk dan menyebar ke seluruh dunia hingga saat ini, termasuk di Negara kita Indonesia yang berpenduduk mayoritas Islam terbesar di dunia.” Lanjut Beliau hingga larut malam di halaman Pesantren Mayan yang cukup luas dan memiliki arsitek kuno.


10. PESANTREN AL MALIKI
Pondok Pesantren Al Maliki - As Salam, Yayasan Pondok Pesantren Bahrul Ulum, Tambakberas Jombang
Wawancara: K.H. Fadhulloh Malik & Gus Tajuddin Malik

Gus Amak, panggilan akrabnya dengan julukan lain ‘Gus Sejuta followers’ dan memang ahli dalam bidang media sosial serta strategi didalamnya.  Pendapat Beliau; Jika paham radikalisme dan terorisme tidak dapat diatasi di Indonesia, maka bangsa ini akan terjerembab lebih dalam ke dalam krisis multidimensional. Pembangunan di bidang ekonomi akan semakin sulit dilaksanakan dan penderitaan rakyat akan semakin berat. Hal ini disebabkan para investor maupun wisatawan asing tidak akan datang ke Indonesia.
Indonesia kerap disebut sebagai sarang teroris akan menjadi stigma yang sulit untuk dihapuskan. Semua umat beragama yang memiliki pikiran yang jernih tidak akan menerima bila agama yang dianutnya itu dikaitkan dengan teroris, walaupun teroris sendiri menganggap perbuatannya sebagai salah satu bentuk ibadah untuk menegakkan ajaran agama yang dianutnya. Permasalahannya sekarang adalah bagaimana tokoh-tokoh agama membina umat beragama untuk tidak sampai memahami agama yang dianutnya itu dijadikan motivasi untuk melakukan perbuatan anarkis dan bertindak sebagai teroris.
Jika dikaitkan dengan media sosial, maka propaganda media sosial merupakan aktivitas media sosial (Facebook, Twitter, Instagram, dan Path) yang secara masif digalakkan guna mempengaruhi keyakinan seseorang agar mengikuti suatu doktrin tertentu (radikalisme). Indoktrinasi secara terbuka seperti inilah yang tengah membombardir integritas bangsa ini. Rentang usia 15 – 25 tahun merupakan titik rawan nalar pikir yang mudah dipengaruhi serta diombang-ambing untuk menunjukkan eksistensi diri.


11. PESANTREN DENANYAR
Pondok Pesantren Mambaul Maarif, Denanyar Jombang
Wawancara: Gus Zidni dan Gus Najwa Fikri

Salah satu pendiri NU (Nahdlatul Ulama) adalah pendiri pesantren ini juga. Beliau bernama K.H. Bisri Syamsuri, terkenal dengan ahli dalam bidang fiqih dan ilmu alat. Beliau merupakan sosok yang sangat tegas mengambil keputusan dan berani menentang siapa pun jika terdapat kesalahan. Pesantren Denanyar memiliki santri sekitar 6.500 orang dengan terbagi dalam beberapa jenjang dan asrama dalam lingkungan pesantren.

Gus Zidni, adalah salah satu dzuriyah (keturunan) dari keluarga besar Pesantren Denanyar yang selalu terlibat dalam urusan external pesantren. Sehinga beliau cukup menguasai beberapa isu penting terkait keberagamaan, fungsi pesantren pada masyarakat, sumbangsih pesantren untuk perdamaian dan kerukunan antar umat beragama, dan masalah yang akhir-akhir ini teradi yaitu perang media sosial.

"Saatnya antar pesantren tidak bersaing atau saling membawa kepentingan masing-masing lembaga, namun sudah saatnya saling bekerjasama dan sinergi satu sama lain, sehingga pesantren semakin kuat dan tidak kalah dengan kelompok-kelompok diluar pesantren (extrimis, jihadis, dan teroris) yang hari ini juga memiliki pesantren untuk menyebar luaskan ajaran mereka" ujar Gus Zidni dengan tegas.


12. PESANTREN SAMBONG
Pondok Pesantren Darul Muttaqin,
Sambong Dukuh - Jombang
Wawancara: K.H. Khozin dan & H. Ibnu Sina

Muassis (Pendiri) PP Al Mimbar adalah KH. Mimbar. Beliau lahir di Jombang pada awal abad 18, tepatnya di tahun 1814 M di Desa Sambong. Putra dari KH. Hasan Rifa'i tersebut dilahirkan dan dibesarkan dengan ilmu keagamaan dan kepesantrenan. Lebih cenderung dalam hal Al-Qur’an dan beberapa kitab fiqih ataupun nahwu shorof.Salah satu guru sekaligus sahabat dari Gus Dur adalah Gus Muiz, beliau sosok yang sangat cerdas dan memiliki pengaruh kuat di masyarakat, namun Gus Muiz meninggal di usia muda, beliau lahir dari keluarga pesantren Al Mimbar yang dahulu pernah masyhur pesantren ini.
Kiai Khozin berpesan: Satu hal yang salah dipahami oleh Muslim radikal bahwa makna berdakwah itu adalah mengajak, bukan memaksa. Mereka memahami makna dakwah bahwa kelompok lain wajib dan harus mengikuti jalur pemikiran mereka. Dakwah berasal dari kata “dâ’a” yang berarti mengajak. Mengajak inipun juga sudah diatur dalam Q.S. An Nahl ayat 125 tersebut, yaitu dengan cara hikmah (perkataan yang baik, jelas, tegas, dan benar), mau’idhah al hasanah (pelajaran yang baik) dan mujadalah bi al lati hiya ahsan (membantah dengan cara yang baik). Dalam kalimat selanjutnya pun dijelaskan bahwa “Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk”. Hal ini mengindikasikan penekanan bahwa berdakwah itu memang dengan cara yang baik dan benar, serta kemauan orang untuk mengikuti jalan Islam itu hanya ditentukan oleh hidayah Allah SWT. Bukan kemudian dijuluki dengan sesat.


13. PESANTREN NAHDLIYAH
Pondok Pesantren An Nahdliyah, Komplek
Pesantren Al Mimbar, Sambong Dukuh - Jombang
Wawancara: Gus Rohim

Pesantren ini baru berdiri tahun 2002 namun sudah berhasil mendidik santri khusus korban kriminalitas dan kekerasan. Meski hanya memiliki santri sekitar 25 orang namun jelas arah dan tujuan didirikan pesantren An Nahdliyah ini. Oleh karena itu kami pilih pesantren ini untuk mendalami beberapa masalah kekerasan, baik dari sisi minor seperti KDRT (Kekerasan Dalam Rumah Tangga) maupun secara mayor, seperti korban kriminalitas, korban kekerasan atas nama agama, korban kejahatan sosial-masyarakat, korban dari cuci otak kalangan radikalisme, dan lain sebagainya.

Gus Rohim tampak sudah menguasai perihal masyarakat akar rumput dan hal-hal yang selama ini belum terungkap. Seperti beberapa kaitan metode untuk merubah mindset personal yang militan untuk jihad, perihal kerumitan kode-kode rahasia pelaku teror, dan masyarakat awam yang memiliki spirit jihad namun tidak memiliki keilmuan yang cukup tentang islam sebenarnya.
Pesan Beliau: Kepada pemerintah hendak lebih mempertegas dalam mengawasi kebebasan berpikir dan turun langsung ke dalam kegiatan kemasyarakatan yang bernuansa keagamaan. Kepada masyarakat, generasi muda, kaum muslim hendaknya dalam mempelajari agama kepada yang lebih ahli seperti kiai, ustadz, ulama, dan lain-lain. Atau kepada lembaga yayasan Islam setempat seperti pesantren pada umumnya. Kepada pemerintah, setidaknya berperan aktif dan bersedia menyediakan wadah bagi masyaratkat dalam memberikan arahan pola pikir yang bernuansa Islam yang kaffah dan pemerintah dituntun untuk mengawasi penyebaran faham-faham bebas terutama di media sosial.


14. PESANTREN TAMBAKBERAS
Pondok Pesantren Bahrul Ulum, Tambakberas - Jombang
Wawancara: K.H. M. Wafiyul Ahdi, SH., M.Pd.I

Mbah Wahab (K.H. Abdul Wahab Hasbullah Said) adalah generasi ke-3 dari Pondok Pesantren Bahrul Ulum yang juga salah satu pendiri Nahdlatul Ulama dan sekaligus pencipta lagu perjuangan Subbanul Wathon (pemuda tanah air/negara) yang dahulu digunakan untuk mengusir penjajah dan kemudian gencar kembali digunakan akhir-akhir tahun 2008 hingga 2017 sebagai jihad pemersatu tanah air dan cinta tanah air (Hubbul Wathon) sebagai tantangan untuk menolak keras terhadap ormas lain yang menginginkan negara islam (khilafah Islamiyah). Tentang profil Mbah Wahab sebelumnya pernah kami angkat pada akun media sosial Pusat Studi Pesantren Jawa Timur.

Website: www.tambakberas.or.id

 
Pandangan terkait semboyan "Santri Cinta Damai" yang diungkapkan oleh Gus Wafi (panggilan akrab dari K.H.M. Wafiyul Ahdi) yang salah satunya adalah sebuah slogan kaum muda terhadap jawaban menentang keras atas kekerasan beragama dan intoleransi beragama. Konsep tersebut sejalan dengan visi dan misi Pusat Studi Pesantren. Beliau menambahi tentang resep bagaimana melawan kalangan mereka (minhum/kaum radikalisme); pertama, dengan mencari akar-akar pimpinan mereka dan berjumpa secara langsung. Kedua, dengan mempelajari kelemahan mereka yang rata-rata berawal dari doktrin yang salah, doktrin tersebut bisa kita sampaikan secara langsung dengan santun, sistematis, berbobot, dan terdapat perjanjian dengan mereka. Karena bagaimana pun mereka adalah PR besar kita (Kiai dan Pesantren) untuk menjalankan dakwah nahi munkar, bukan hanya amar ma'ruf saja yang selama ini sudah ada dalam kawasan pesantren. Ketiga, perang informasi dan argumen melalui media digital dan media sosial yang sekarang semakin marak digunakan sebagai alat propaganda. Keempat, memperkokoh disetiap lingkungan kita masing-masing tentang konsep islam yang kaffah (sempurna).


15. PESANTREN SIDOWARAS
Pondok Pesantren Al Ghozaliyah,
Sidowaras - Jogoroto - Jombang
Wawancara: Gus M. Abdul Qohir Al Jurjani

Corak Pesantren ini adalah tarbiyah dan tarekat, meski daerah pesedaan namun tetap bertahan kokoh dan lebih-lebih Gus Qohir ini adalah sosok pimpinan Pagar Nusa (salah satu badan otonom di bawah NU yang fokus pada teknik bela diri dan seni pencak silat nusantara) yang tentunya sangat diminati pada masyarakat pedesaan.

Semangat dakwah di pedesaan memang bukanlah perkara mudah, kondisi ekonomi masyarakat ikut memengaruhi fasilitas pesantren yang tergolong sederhana dan nampak bangunan kuno yang masih belum bisa direnovasi, namun jiwa dan semangat mendidik tidak pernah pudar dengan alasan keterbatasan dana dan fasilitas. Dari semangat inilah pendidikan tulus benar-benar tumbuh di pesantren. 

Terkait isu kekerasan dan radikalisme Beliau tidak banyak menjawab selain kondisi masyarakat pedesaan yang selalu damai meski berdampingan dengan warna yang berbeda, diluar itu Beliau memang sudah disibukkan dengan agenda rutinitas lapangan dan pengabdian yang cukup padat. Sehingga Beliau menyampaikan dengan rendah hati bahwa urusan radikalisme beragama dan intoleransi bukan hal yang benar-benar dikuasai olehnya, dari pada menyesatkan Beliau lebih memilih diam atau malah berbalik tanya agar Beliau mendapat ilmu.


16. PESANTREN HUBBUR ROHMAN
Pondok Pesantren Hubbur Rohman, Jogoroto - Jombang
Wawancara: Gus M. Abdul Qohir Al Jurjani

Pesantren Rehabilitasi atau Pesantren untuk orang-orang gila, memiliki sekitar 3000 santri gila dari seluruh daerah di Jawa Timur. Tahun 2016 telah diresmikan oleh Persiden Joko Widodo dan dibangunkan gedung yang lebih layak, yang berpuluh tahun sebelumnya dari bambu, adalah berawal dari keresahan pengasuh pesantren tentang nasib orang-orang keterbelakangan mental atau gila di jalan yang kurang ada perhatian dari pemerintah.
Desa Sidowaras berarti menjadi sehat (jiwa; tidak gila) yang sudah lama terkenal sebagai pesantren untuk orang gila. Kemudia diberi nama baru GCK (Griya Cinta Kasih) sesuai dengan nama arabnya. Dan Pesantren ini masih dalam Yayasan Pesantren Al Ghozaliyah. "Semua kami lakukan atas dasar kasih sayang. Semuanya gratis. Karena ini merupakan tanggung jawab sosial, dan kami berharap warga di Jawa Timur yang ingin mendapatkan rehabilitasi, terkait tentang kejiwaannya bisa menggunakan fasilitas di gedung ini," ucapnya. "Kini ruang perawatan yang dulunya berdinding bambu kini berubah berdinding tembok dan berlantai keramik,"
“Orang-orang disini bisa bekerja serabutan dan bermanfaat untuk perkebunan, pertanian, kebersihan lingkungan, penataan desa, perbaikan saluran dan jalan, hal ini lebih mulia orang-orang rehabilitasi ini dari pada mereka para teroris yang mengancam jiwa dan ketenangan manusia lainnya, hahaha,” tawa beliau lepas ketika melihat suasana kerja para santri gila dan menemani kami wawancara sambil melihat kondisi langsung.


17. PONDOK NJOSO (1)
Pondok Pesantren Al Furqon, PP Darul Ulum,  Rejoso - Jombang
Wawancara: K.H. M. Mustain Dzul Azmi

Pendiri Pesantren Njoso atau Rejoso adalah K.H. Tamim dan kemudia K.H. Romli Tamim yang terkenal dengan jamaah thoriqonya. Pesantren Darul Ulum memiliki 33 komplek bagian yang tersebar disekitar lingkungan desa Rejoso. Salah satu pesantren yang sangat aktif baik dalam media sosial dan realita adalah Asrama Al Furqon, yang di pimpin oleh Kiai Azmi dengan jumlah sekitar 200-an santri yang di asuh langsung oleh Beliau.
Tujuan pendidikan di pesantren adalah menciptakan dan mengembangkan kepribadian muslim, yaitu kepribadian yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan, berakhlak mulia, bermanfaat bagi masyarakat, mampu berdiri sendiri bebas, dan teguh dalam kepribadian, beragama dengan sehat, dan mencintai ilmu untuk mengembangkan kepribadian manusia. Agama tidak bisa dipelajari secara otodidak perlu ada pembimbing yang lebih ahli dalam mempelajari al-Quran dan sunah. Apalagi dalam mempelajari ayat plural  dalam Islam. Ada beberapa prinsip dalam Islam dalam titik temu keragaman budaya di sekitar kita. Tindakan teroris yang sering kali muncul di tengah-tengah masyarakat belakangan ini yang menyerukan atas nama agama khususnya Islam telah membuktikan bahwasanya terdapat kesalahpahaman umat dalam menanggapi kandungan hukum dalam al-Quran. Hal ini disebabkan dari cara mempelajari agama yang ditempuhnya. Berdasarkan pembahasan sebelumnya bahwasanya al-Quran telah membantah tindakan yang bersifat terorisme tidak di diajarkan dalam Islam. namun hal tersebut dikarenakan semena-menanya dalam menafsirkan hukum Tuhan. Islam memberikan kebebasan dalam beragama tidak ada paksaan dalam memeluknya.Pesantren memberikan kontribusi dalam memahami agama secara sehat yang sesuai dengan ajaran hukum-hukum dalam al-Quran dan sunah. Pesantren bertujuan untuk menciptakan masyarakat yang bertakwa dan berilmu. Serta bertujuan untuk menjauhkan faham-faham radikal.


18. PONDOK NJOSO (2)
Pondok Pesantren Al Khodijah PP Darul Ulum,  Rejoso - Jombang
Wawancara: Gus Rusdan Tamim

Sama dengan Pesantren Al Furqon, namun berbeda konsep dan sudut pandang dari asrama Al Khodijah yang pendekatannya lebih dari sisi entrepreneur dan sosial management. Satu rumpun dalam Pondok Pesantren Darul Ulum, Gus Dani dengan sangat ramah menerima kehadiran kami di cafe Beliau bernama Timbul Cafe. Dan Beliau menyampaikan gagasan di warung kopinya.
Dakwah Warung Kopi, perlu dilakukan rekayasa sosial mulai dari hal yang paling sederhana. Salah satu jalan sederhana namun dapat berdampak luas adalah menyebarkan paham Islam yang rahmatan lil ‘alamin melalui forum-forum informal seperti warung kopi. Mengapa dakwah warung kopi? Sudah menjadi rahasia umum bahwa masyarakat Indonesia terutama pemudanya gemar nongkrong berjam-jam di warung kopi, dimana pembicaraan paling dominan di dalamnya tidak akan jauh dari isu politik, olahraga, dan agama. Sehingga warung kopi menjadi tempat yang sangat potensial untuk berdakwah. Lalu mengapa fokus pada pemuda? Karena berbagai kasus membuktikan bahwa penyebaran paham-paham radikal banyak menjadikan pemuda sebagai sasaran. Hal ini karena pemuda adalah manusia yang membutuhkan aktualisasi diri, memiliki energi berlebih, namun belum memiliki kematangan emosi sehingga masih mudah diombang-ambingkan.
Konsep dakwah warung kopi ini membuktikan bahwa dakwah tidak harus formal di atas mimbar, menggunakan gamis, surban, ataupun membawa tasbih kemana-mana. Namun dakwah juga bisa dilakukan dengan kaos oblong, jeans, atau pakaian casual namun tetap sopan lainnya untuk lebih membaur dengan generasi muda dan masyarakat umum. Forum informal seperti warung kopi dapat menjadi momentum santai untuk berdiskusi seputar agama dengan menjadikan pemikiran moderat sebagai platformnya. Dengan pendekatan dakwah yang lebih casual, santai, dan membaur maka pemikiran-pemikiran moderat yang anti radikalisme akan lebih mudah diterima dan dipahami oleh masyarakat khusunya para pemuda.


19. PESANTREN PACULGOWANG
Pondok Pesantren Tarbiyatun Nasyi'in,
Paculgowang - Diwek - Jombang
Wawancara: Gus Ahmad Zaini Manshur

Nama Paculgowang adalah nama desa yang kemudian melekat pada nama pesantren, seperti halnya pesantren lainnya. K.H. Aziz Manshur adalah tokoh sentral pesantren salaf ini, Beliau memiliki sejarah panjang tentang pengabdian sebagai manusia pendidik sejati, pemimpin pesantren, tokoh panutan politik, dan tauladan para pesantren-pesantren lain.

"Tidak ada hubungan antara pesantren dan teroris, atau juga tidak disebut islam jika orang itu melakukan aksi teror. Pesantren tidak ada yang mengajarkan radikalisme, kekerasan, apalagi sampai bom bunuh diri untuk jihad atas nama agama. Jika ada radikalisme atas nama islam, sudah bisa saya pastikan bahwa orang itu bukan islam, orang itu bukan muslim, karena arti muslim sendiri itu selamat dan saling menyelamatkan, bukan saling membunuh" tutur Gus Zaini Manshur dengan tegas.

"Saya ingin ketemu langsung orang-orang yang radikal dan orang-orang yang ingin mati konyol, kabari saya kalau ada, bilang saja ini urusan saya" tambahnya sebagai penutup sebagai tanggapan beliau tentang radikalisme beragama. Sosok Gus Zen (Ahmad Zaini Manshur) adalah sosok yang cukup tegas dank eras terhadap prinsip-prinsip pesantren, namun tidak lepas dengan guyonan yang segar untuk selalu dilontarkan disetiap beberapa perbincangan.


20. PESANTREN TEBUIRENG
Pondok Pesantren Tebuireng, Diwek - Jombang
Wawancara: K.H. Fahmi Hadzik

Hadratus Syaikh K.H. Hasyim Asyari, adalah tokoh utama pendiri NU (Nahdlatul Ulama) dan juga pendiri pesantren Tebuireng. Tokoh-tokoh besar bangsa ini berasal dari Pesantren Tebuireng, Jombang. sehingga sebuah kewajiban bagi kami untuk hadir langsung di Tebuireng, Terkhusus untuk Almaghfurlah K.H. Wahid Hasyim (mantan mentri agama, ayah Gus Dur), K.H. Abdurrahman Wahid (Presiden ke 4 Republik Indonesia). Pesantren ini memiliki peran penting dalam banyak hal.
Kiai Fahmi sangat mendukung kampanye perdamaian dari Pusat Studi Pesantren Jawa Timur, lebih-lebih jarang adanya lembaga yang memberikan serta memfasilitasi jaringan antar pesantren yang benar-benar fokus dan intens terkait isu-isu nasional dan internasional. Secara umum beliau mendukung pergerakan kami dan dengan adanya kampanye santri anti radikalisme adalah upaya untuk membentengi bibit-bibit muda pada tahun-tahun yang akan datang, yang mungkin tidak bisa dirasakan secara langsung sekarang, tapi dapat dirasakan untuk masa depan.
Terkait konsep dan metode Beliau lebih mempercayakan pada para santri yang masih muda untuk membikin gerakan, pemikiran, waktu, dan ilmunya untuk saling mendukung gerakan damai ini. Lebih-lebih jika gerakan ini digotong bersama-sama dari lintas pesantren, maka akan ada gerakan masif yang positif dan akan memberikan sentuhan budaya yang lebih beradab menuju masyarakat madani.

PENUTUP
Road to Pesantren 2017

Rasa syukur dan terimakasih kami sampaikan pada Tuhan yang Maha Esa, terimakasih terutama kepada kakanda kami Gus Achmad Ubaidillah, S.Hum, yang sudah membimbing kami dengan penuh kesabaran dan teladan keilmuannya. Kepada Bapak Gurdith Sigh dan Kakak Aurel kami sampaikan terimakasih atas kesempatan untuk kegaiatan ini. Dan kepada staf Pusat Studi Pesantren di Jakarta dan Bogor yang tidak bisa kami sebutkan satu-satu. Tak kalah penting juga pada semua sahabat Pusat Studi Pesantren Jawa Timur yang sangat luar biasa.

Dari 20 pesantren yang kami kunjungi tidak selalu ada kesempatan untuk mendokumentasikan secara langsung terkait wawancara dan pertemuan. Baik berupa foto maupun video, karena dalam beberapa kunjungan kami mengalami kendala beberapa alat dokumentasi mengalami keterbatasan berupa daya baterai atau memori penyimpanan karena keterbatasan atau kurangnya antisipasi. Hanya ada 2 Pesantren yang sama sekali tidak dapat kami rekam secara baik. Namun rekaman itu sangat melekat dan berkesan di hati kami.

Semua pesantren sangat antusias dan mendukung visi dan misi dari Pusat Studi Pesantren Jawa Timur, tidak ada yang menolak atau berbeda pemahaman dengan kami. Baik dari Kiai, Putra Kyai, Ustadz, dan santri mereka mendukung bahkan malah kami mendapatkan ilmu, pengetahuan, informasi, contoh, dan arahan dari yang kami kira sebelumnya. Kami sangat bahagia dengan adanya Tour to Pesantren di akhir tahun 2017 yang sangat berkesan. Semoga dengan adanya kegiatan ini menjadikan kita semakin bijak dan bermanfaat bagi manusia lainnya serta bagi diri sendiri tentunya. Amin.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar