Road To Pesantren 2017
Pusat Studi Pesantren Jawa Timur
Kegiatan ini berlangsung mulai tanggal 26 - 28 Desember 2017 yang di
selenggarakan di 4 daerah berbeda, yaitu; Kabupaten Malang, Kota Kediri,
Kabupaten Kediri, dan Kabupaten Jombang. Kami berjumlah 5 Anggota/santri
dari Pusat Studi Pesantren Jawa Timur.
Beberapa catatan dari hasil perjalanan kami berkunjung keliling dari pesantren ke pesantren akan kami
sajikan berdasarkan urutan waktu kami mengunjunginya. 20 Pesantren dalam waktu 3 hari, hal yang
sangat menajubkan bagi kami.
1. PESANTREN ALAM NUSANTARA
Pondok Pesantren Alam Nusantara, Bumiaji - Batu - Malang.
Pondok Pesantren Alam Nusantara, Bumiaji - Batu - Malang.
Wawancara: Kiai Muhammad
Mulyono dan Gus Ahmad Nuril Musthofa
Kunjungan pertama tim Pusat Studi Pesantren yang disambut dengan luar biasa
oleh tuan rumah Pondok Pesantren Miftahul Huda, tampak beberapa pandangan Kiai
Muhammad Mulyono tentang konsep kesederhanaan dalam pesantren dan yang seharusnya
kita lakukan. Beliau lebih sering menyampaikan tentang moralitas sebuah bangsa
dan menjaga moral pribadi untuk langsung diterapkan pada kehidupan
masing-masing.
Beliau spontan menyatakan "Radikalisme itu dilakukan oleh orang yang
tidak memiliki Ahlaq (Moral) dan orang yang tidak selesai belajar
tentang agama islam, mereka sering kali hadir dengan teror atas nama agama,
kekerasan berdalih agama, kecurangan atas nama agama yang jelas-jelas tidak ada
dalil untuk itu dalam Qur'an maupun Hadist. Di Kota Batu dahulu ada teroris
yang meledakkan rumahnya ketika tertangkap polisi yang bernama Ashari, saya
selaku warga di daerah sini sangat malu dan menentang keras setiap teror dan
kekerasan atas nama agama."
Di suatu sisi kota Batu juga lahir Aktifis HAM (Hak Asasi Manusia)
bernama Munir yang di abadikan jasa dan namanya pada museum 'Omah Munir' yang
terletak di Jalan Bukit Berbunga - Sidomulyo - Batu. Museum yang didirikan
setelah Munir tewas dalam kasus pembunuhan yang mencederai atas nama warga Batu
dan Malang Raya. "Dari kota Batu kita bisa melihat warna masyarakat yang
bermacam-macam, dari yang paling kanan sampai yang paling kiri ada disini, kami
sebagai generasi muda terus berada ditengah-tengah dan mengawal perdamaian
sebagai semangat Nahdlatul Ulama" ungkap Gus Musthofa.
2. PESANTREN KWAGEAN
Pondok Pesantren Fathul
Ulum, Kwagean - Kediri
Wawancara: K.H. Abdul
Hannan dan Gus H. Maghfur
Islam Rahmatan Lil Alamin, adalah pesan dari K.H. Abdul Hannan untuk selalu
ditanamkan dalam hati masing-masing santri. "Aku gak ridho lek
santriku onok seng nyalah gunakno agomo, santri kui kudu balik nang masyarakat,
ngajari opo wae sak iso ne, yen durung iso yo bali nang pondok maneh, belajar
maneh sampek iso" (saya tidak rela jika santri saya ada yang
meyalahgunakan atas nama agama, santri itu harus kembali kepada masyarakat,
mengajarkan apa saja sebisanya / apa yang ia bisa, jika belum bisa mengajar/mengabdi
pada masyarakat ya kembali saja ke pondok dan belajar lagi sampai bisa)
"Islam itu keras ajarannya, ya benar keras, makna keras diterapkan
pada diri sendiri. Maksudnya keras melawan hawa nafsu, keras jika meninggalkan
ibadah, keras melawan kebodohan dengan cara belajar sampai tuntas, keras
melawan kemiskinan, keras melawan malas berbuat baik, keras untuk berpikir, dan
keras untuk mendekatkan diri kepada Allah dan berperilaku santun pada
manusia." Beliau menambahkan lagi dengan nada lirih namun cukup
menggetarkan hati kami.
Gus Maghfur dengan lebih menelaskan tentang profil pesantren Kwagean yang
sering kali disebut sebagai pesantren jaduk dan perdukunan. Namun yang menjadi prioritas adalah ngaji dan ngabdi,
sisi lain Pesantren ini juga memiliki loyalitas pada warga sekitar pesantren
dan kedekatan yang luar biasa.
3. PESANTREN KENCONG
PP Roudhotul Ulum, Kencong
- Kediri
Wawancara: Gus Atta Saiful
Millah
Kunjungan di pesantren ini sangat memberikan sebuah perhatian lebih pada
generasi muda, itulah alasannya mengapa yang kami kunjungi rata-rata dari para
putra Kiai yang memiliki peran strategis dalam lingkup pesantren secara umum
dan pada tatanan kehidupan santri secara langsung. Para putra Kiai ini kemudian
akan lebih cepat menyampaikan pada keluarganya, santrinya, massanya, dan pada
media sosial.
Gus Atta adalah yang kami jumpai pada kesempatan kunjungan pada Pesantren
Kencong di desa Kepung Kabupaten Kediri. Corak pesantren ini adalah tarekat,
dengan jamaah sekitar 25.000 anggota yang terikat dalam tarekat Qodiriyah wa
Naqsabandiyah. Beliau menerima beberapa wacana kami tentang Islam dan kaum
muslimin tentang radikalisme dan kekerasan dalam beragama. Malah dalam ajaran
tarekat adalah agama cinta dan melindungi manusia selain kepercayaannya.
Pusat Studi Pesantren dan Pondok Pesantren Roudhotul Ulum sepakat untuk
mengawal perdamaian, kerjasama dalam dakwah literasi, saling melengkapi
informasi, dan tetap menjaga silaturrahmi. "Semoga jalan baik kita
semua tetap bisa istiqomah dan langkah baru ini baru pertama kalinya kami
mendapatkan penjelasan tentang arti radikalisasi agama" ungkap Gus
Atta.
4. PESANTREN LIRBOYO ( 1 )
Pondok Pesantren Al Mahrusiyah,
PP Lirboyo Kota Kediri
Wawancara: Gus H. Ahmad
Izzul Maula bin Imam Mahrus
Pesantren Lirboyo memiliki sekitar 24.000 santri yang menetap, dan 3.000
santri yang tinggal pada kampung sekitar. Pesantren Lirboyo sangat masyhur di
nusantara dengan usia lebih dari seratus tahun. Yang menjadi ciri kahs
pesantren ini adalah pendidikan salaf-tradisional dan kemandirian santri untuk
bekerja (entrepreneur). K.H. Said Agil Siradj dan K.H. Musthofa Bisri
adalah sebagian sedikit contoh alumni pesantren Lirboyo yang hari ini menjadi
tokoh besar di negeri ini.
Tidak pernah kami duga sebelumnya bahwa Pesantren Lirboyo sudah jauh-jauh
hari menentang radikalisme dan kekerasan beragama, malah kami mendapatkan
wawasan baru tentang sejarah panjang Lirboyo mulai era penjajahan, orde baru,
dan hari ini. Salah satu tokoh terhebat ketika itu adalah Mbah Maksum yang
langsung turun pada konflik di lapangan dan terbukti dapat menyelesaikan
dilematika keberagamaan dibeberapa kota di tanah Jawa, ketika itu Beliau selalu
ditemani Gus Dur (K.H. Abdurrahman Wahid) untuk selalu mendampingi rakyat agar
lebih mengutamakan kerukunan, menghargai agama lain, menghargai minoritas, dan
bersikap moderat atau tasammuh-tawassuth.
Gus Izzul selaku penerus generasi ke 6 Lirboyo dengan panjang dan lebar
menjelaskan proses berkembangnya Pesantren Lirboyo, apa saja peran Lirboyo di
luar pesantren, siapa saja tokoh-tokoh Lirboyo, beberapa perkembangan Lirboyo
pada dekade ahir ini, konsep pendidikan dan kurikulum Lirboyo, dan hal-hal
seputar internal Lirboyo.
5. PESANTREN LIRBOYO (2)
Pondok Pesantren Hidayatul
Mubtadiin Ceria, PP Lirboyo Kota Kediri
Wawancara: Gus H. Ahmad
Kafabih Mahrus
Lirboyo, adalah nama sebuah desa yang digunakan oleh KH Abdul Karim menjadi
nama Pondok Pesantren. Terletak di barat Sungai Brantas, di lembah gunung
Willis, Kota Kediri. Awal mula berdiri Pondok Pesantren Lirboyo berkaitan erat
dengan menetapnya KH Abdul Karim ke desa Lirboyo tahun 1910 M.
Pesantren Lirboyo sangat luas, tentunya kami dua kali untuk berbagi,
menggali informasi dan silaturrahmi pada Pesantren ini. Salah satu yang paling
terkenal adalah Cak Mad, panggilan akrab dari Gus H. Ahmad Kafabih Mahrus.
Terkenal sebagai ikon santri nusantara sekaligus selebgram yang memiliki 29.900
follower aktif di instagram. Tentunya hal ini sebagai cerminan sekaligus
teladan bagaimana santri bertindak dan mengambil keputusan di era milenial.
Selanjutnya dapat disimak di www.lirboyo.net
Selain kegunaan popularitas untuk mempermudah menyebarkan gagasan kami,
juga lebih dari itu adalah adanya jaringan antar pesantren dengan pesantren dan
pesantren dengan Pusat Studi Pesantren Jawa Timur. Jaringan ini yang kami
harapkan sewaktu-waktu bisa lebih memberikan manfaat bagi umat manusia di
kemudian hari.
Konsep Cak Mad cukup simpel untuk diterapkan, yaitu dengan cara memahami
diri sendiri untuk memahami lingkungan sekitar dan orang lain, sehingga apapun
yang terjadi tidak langsung kita pikirkan sendiri, tapi ada beberapa panutan
yang perlu kita taqlid (anut), tentunya yang kita anut adalah Kiai-kiai
kita yang sudah jelas alimnya dan sanad (silsilah) keilmuannya.
6. PESANTREN AL AMIN
Pondok Pesantren Al Amin,
Ngasinan - Kediri
Wawancara: Gus Farid
Iskandar Muda bin Anwar Iskandar
Pesantren Gratis, adalah ciri khas dari Pesantren ini. Sekitar 900 santri
yang di didik di pesantren ini. Sang pendiri adalah K.H. M. Anwar Iskandar, saudara kandung dengan K.H. Nur Muhammad
Iskandar, S.Q., Pengasuh Pondok Pesantren As Shidiqiyah Kebon Jeruk -
Jakarta. Pesantren bercorak Tarbiyah wat Ta'lim (pendidikan dan
pengajaran) dengan letak di dekat kampus dan sekolah formal. Ponpes Al Amin
didirikan oleh K.H. Muhammad Anwar Iskandar di jalan raya Ngasinan No. 2 Kota
Kediri pada tahun 1990. Beliau
mendirikan pondok pesantren ini dilatarbelakangi oleh keinginan untuk
memberikan tempat yang sehat (suasana yang religius) dan mempunyai akhlaqul
karimah kepada para pelajar agar mereka terhindar dari pergaulan yang tidak
baik. Informasi lebih lanjut ada pada www.ponpesalamienkediri.blogspot.co.id
Secara umum Gus Farid hampir sama dengan pendapat pesantren lain, namun ada
hal yang berbeda ketika kita dihadapkan dengan realita langsung di depan mata
jika terjadi radikalisme dan terorisme, "lantas apa yang harus kita
lakukan? Apa melawan aksi sama kerasnya? Atau kita berdiam diri? Atau malah
melarikan diri?" Beliau malah bertanya pada kami.
"Salah satu yang pernah saya alami jika
terjadi hal tersebut, kalangan mayoritas (kita) harus bersatu untuk melemahkan
mereka yang minoritas, kan mereka sedikit, jadi kita tidak usah takut terhadap
ancaman mereka, kita bersatu makan kita kuat, mereka pasti akan kalah. Kita
memiliki sejarah masa lalu yang bisa kita baca dan diterapkan untuk hari
ini" lanjut Gus
Farid.
7. PESANTREN PLOSO
Pondok Pesantren Dalem
Ning Eva, Ploso - Mojo - Kediri
Wawancara: Gus Fahmi
Djazuli
Pada 1 Januari 1925, KH. A. Djazuli Usman mendirikan sebuah madrasah
dan pondok pesantren. Ia memanfaatkan serambi Masjid untuk kegiatan belajar
mengajar para santri. Tanpa terasa santri yang belajar dengan KH. A.Djazuli
membengkak menjadi 100 orang. Masyarakat sekitar pondok pesantren Al-Falah Ploso
pada awalnya tergolong masyarakat abangan (jauh dari agama). Ketika awal
berdiri, banyak masyarakatnya mencemooh pondok pesantren Al-Falah. Apalagi para
pejabat dan bandar judi, yang setatus quonya mulai terganggu. Mereka sering
menyebarkan isu-isu sesat terhadap pondok pesantren ini.
Kunjungan kami bersama lima anggota dijamu dengan sangat luar biasa, Gus
Fahmi adalah salah satu anggota penting dalam struktur Pesantren Ploso, Beliau
menceritakan sosok Gus Miek yang mengembangkan tradisi wirid di luar
kelompok tarekat yang sudah mapan di kalangan NU. Jama`ah Mujahadah
Lailiyah yang dibangunnya berkembang menjadi Dzikrul Ghafilin. Pada
tahun 1971-1973 susunan wirid-wirid Dzikrul Ghafilin diusahakan untuk
dicetak, terutama setelah jangkauan dakwah Gus Miek telah menjangkau Jember
bersama KH Achmad Shidiq yang awalnya sangat menentang, tetapi akhirnya
menjadi sahabatnya, di Klaten di bawah payung KH Rahmat Zuber, di
Yogyakarta di bawah payung KH Daldiri Lempuyangan, dan di Jawa Tengah di
bawah payung KH Hamid Kajoran Magelang.
Gus Fahmi menyatakan bahwa
strategi dakwahlah yang harus dibangun dan dikokohkan dahulu sebelum kita
melangkah pada aspek-aspek untuk menentang faham radikalisme dan lain
sebagainya. Dari fenomena dakwah leluhur kita bisa menerapkannya pada hari ini,
yang meski membutuhkan strategi yang berbeda pula.
8. PESANTREN AL FALAH
Pondok Pesantren Al Falah
2, Ploso - Mojo - Kediri
Wawancara: Gus Ahmad Al
Khafi
“Pesantren melakukan sikap akomodatif atas kebudayaan-kebudayaan dan
tradisi-tradisi lokal tersebut. Melalui ajaran-ajaran sufismenya, Pesantren
menganggap bahwa praktik-praktik tradisi dan ekspresi-ekspresi budaya dalam
masyarakat bukanlah masalah, sepanjang mendasarkan diri pada prinsip Tauhid.
Tampak sekali lagi bahwa pesantren melihat persoalan-persoalan ini dari aspek
substansinya, bukan format dan mekanisme formalistiknya. Oleh karena itu
pesantren menolak tegas sikap dan cara pandang kelompok puritan-radikal yang
memahami pandangan akomodatif tersebut sebagai bid’ah (sesat) dan musyrik.”
Ungkap Gus Khafi panjang lebar atas pertanyaan kami.
Beliau menambahkan wacana baru dengan panjang lebar yang nampak atas
kedalaman ilmu yang beliau miliki dan beliau melanjutkan, “bahwa Ahlussunnah
Wal-Jama’ah adalah paham keagamaan yang menjunjung tinggi asas-asas
moderasi dalam cara berpikir, bertindak dan bersikap. Ia adalah al-Tawâsuth
(moderat), al-Tawâzun(keseimbangan) dan al-Tasâmuh (toleran). Dengan basis ini,
pesantren sejatinya dapat menerima perkembangan ilmu pengetahuan yang berbasis
rasionalitas dari manapun datangnya, tetapi juga tetap menghargai pemahaman
keagamaan konservatif sepanjang memberikan manfaat bagi kemajuan dan
kesejahteraan mereka. Inilah yang dalam tradisi Pesantren dikenal jargon : “al
Muhafazhah ‘ala al qadim al shalih wa al Akhdz bi al Jadid al Ashlah”
(mempertahankan tradisi lama yang baik dan mengadopsi tradisi baru yang lebih
baik).”
9. PESANTREN MAYAN
Pondok Pesantren Al
Ishlahiyah, Mayan - Mojo - Kediri
Wawancara: Gus Hubaib
Nadjzami
Pesantren Mayan memiliki Tarekat Kebangsaan (Thoriqoh Wathoniyah) dan
Tergabung dalam Majlis Al Khidmah dari K.H. Asrori AL Ishaqi Kedinding
Surabaya. Wacana Gus Hubaib
menyarankan; “pelajari agama Islam secara kaffah” Firman Allah: Artinya.
”maka bunuhlah orang-orang kafir itu dimana saja engkau jumpai”(QS,
9:5). Bila ayat ini dipahami secara tekstualnya. Ayat ini menyerukan kepada
umat muslim untuk membunuh setiap orang kafir yang dijumpainya. Hal ini banyak
yang salah penafsiran, sehingga banyak beranggapan bahwasanya Islam disebarkan lewat jalan perang atau
paksa dan ini merubah pemahaman jihad yang salah sehingga muncul radikalisme
bebas yang membuahkan aksi teror yang membabi buta ditengah-tengah masyarakat.
“Sebenarnya apabila ayat di atas dipahami secara kontekstual akan mengandung
arti: “maka bunuhlah orang kafir itu (dalam medan perang) dimana saja engkau
jumpai”. Ayat ini diturunkan ketika Nabi SAW. akan berperang, ini motivasi langsung dari Allah SWT.
Kesimpulannya Allah SWT. Mengizinkan kita membunuh kafir dalam keadaan kita
berperang. Akan tetapi sesungguhnya Islam adalah agama yang damai, agama rahmat
tan lil alamien, dengan bukti Nabi Muhammad SAW. memberikan kasih sayangnya
dalam menyiarkan agama Islam tanpa melalui paksaan, sehingga dengan cepat dan
mudah Islam masuk dan menyebar ke seluruh dunia hingga saat ini, termasuk di
Negara kita Indonesia yang berpenduduk mayoritas Islam terbesar di dunia.” Lanjut
Beliau hingga larut malam di halaman Pesantren Mayan yang cukup luas dan
memiliki arsitek kuno.
10. PESANTREN AL MALIKI
Pondok Pesantren Al Maliki
- As Salam, Yayasan Pondok Pesantren Bahrul Ulum, Tambakberas
Jombang
Wawancara: K.H. Fadhulloh
Malik & Gus Tajuddin Malik
Gus Amak, panggilan akrabnya
dengan julukan lain ‘Gus Sejuta followers’ dan memang ahli dalam bidang media
sosial serta strategi didalamnya. Pendapat
Beliau; Jika paham radikalisme dan terorisme tidak dapat diatasi di Indonesia,
maka bangsa ini akan terjerembab lebih dalam ke dalam krisis multidimensional.
Pembangunan di bidang ekonomi akan semakin sulit dilaksanakan dan penderitaan
rakyat akan semakin berat. Hal ini disebabkan para investor maupun wisatawan
asing tidak akan datang ke Indonesia.
Indonesia kerap disebut sebagai
sarang teroris akan menjadi stigma yang sulit untuk dihapuskan. Semua umat
beragama yang memiliki pikiran yang jernih tidak akan menerima bila agama yang
dianutnya itu dikaitkan dengan teroris, walaupun teroris sendiri menganggap perbuatannya
sebagai salah satu bentuk ibadah untuk menegakkan ajaran agama yang dianutnya.
Permasalahannya sekarang adalah bagaimana tokoh-tokoh agama membina umat
beragama untuk tidak sampai memahami agama yang dianutnya itu dijadikan
motivasi untuk melakukan perbuatan anarkis dan bertindak sebagai teroris.
Jika dikaitkan dengan media
sosial, maka propaganda media sosial merupakan aktivitas media sosial
(Facebook, Twitter, Instagram, dan Path) yang secara masif digalakkan guna
mempengaruhi keyakinan seseorang agar mengikuti suatu doktrin tertentu
(radikalisme). Indoktrinasi secara terbuka seperti inilah yang tengah
membombardir integritas bangsa ini. Rentang usia 15 – 25 tahun merupakan titik
rawan nalar pikir yang mudah dipengaruhi serta diombang-ambing untuk
menunjukkan eksistensi diri.
11. PESANTREN DENANYAR
Pondok Pesantren Mambaul
Maarif, Denanyar Jombang
Wawancara: Gus Zidni dan
Gus Najwa Fikri
Salah satu pendiri NU (Nahdlatul Ulama) adalah pendiri pesantren ini juga.
Beliau bernama K.H. Bisri Syamsuri, terkenal dengan ahli dalam bidang fiqih dan
ilmu alat. Beliau merupakan sosok yang sangat tegas mengambil keputusan dan
berani menentang siapa pun jika terdapat kesalahan. Pesantren Denanyar memiliki
santri sekitar 6.500 orang dengan terbagi dalam beberapa jenjang dan asrama
dalam lingkungan pesantren.
Gus Zidni, adalah salah satu dzuriyah (keturunan) dari keluarga
besar Pesantren Denanyar yang selalu terlibat dalam urusan external pesantren.
Sehinga beliau cukup menguasai beberapa isu penting terkait keberagamaan,
fungsi pesantren pada masyarakat, sumbangsih pesantren untuk perdamaian dan
kerukunan antar umat beragama, dan masalah yang akhir-akhir ini teradi yaitu
perang media sosial.
"Saatnya antar pesantren tidak bersaing atau saling membawa
kepentingan masing-masing lembaga, namun sudah saatnya saling bekerjasama dan
sinergi satu sama lain, sehingga pesantren semakin kuat dan tidak kalah dengan
kelompok-kelompok diluar pesantren (extrimis, jihadis, dan teroris) yang hari
ini juga memiliki pesantren untuk menyebar luaskan ajaran mereka" ujar Gus
Zidni dengan tegas.
12. PESANTREN SAMBONG
Pondok Pesantren Darul
Muttaqin,
Sambong Dukuh - Jombang
Wawancara: K.H. Khozin dan
& H. Ibnu Sina
Muassis (Pendiri) PP Al Mimbar adalah KH. Mimbar. Beliau lahir
di Jombang pada awal abad 18, tepatnya di tahun 1814 M di Desa Sambong. Putra dari KH. Hasan Rifa'i
tersebut dilahirkan dan dibesarkan dengan ilmu keagamaan dan kepesantrenan. Lebih
cenderung dalam hal Al-Qur’an dan beberapa kitab fiqih ataupun nahwu shorof.Salah
satu guru sekaligus sahabat dari Gus Dur adalah Gus Muiz, beliau sosok yang
sangat cerdas dan memiliki pengaruh kuat di masyarakat, namun Gus Muiz
meninggal di usia muda, beliau lahir dari keluarga pesantren Al Mimbar yang
dahulu pernah masyhur pesantren ini.
Kiai Khozin berpesan: Satu hal yang salah dipahami oleh Muslim
radikal bahwa makna berdakwah itu adalah mengajak, bukan memaksa. Mereka
memahami makna dakwah bahwa kelompok lain wajib dan harus mengikuti jalur
pemikiran mereka. Dakwah berasal dari kata “dâ’a” yang berarti mengajak.
Mengajak inipun juga sudah diatur dalam Q.S. An Nahl ayat 125 tersebut, yaitu
dengan cara hikmah (perkataan yang baik, jelas, tegas, dan benar), mau’idhah al
hasanah (pelajaran yang baik) dan mujadalah bi al lati hiya ahsan (membantah
dengan cara yang baik). Dalam kalimat selanjutnya pun dijelaskan bahwa
“Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat
dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat
petunjuk”. Hal ini mengindikasikan penekanan bahwa berdakwah itu memang dengan
cara yang baik dan benar, serta kemauan orang untuk mengikuti jalan Islam itu
hanya ditentukan oleh hidayah Allah SWT. Bukan kemudian dijuluki dengan ‘sesat’.
13. PESANTREN NAHDLIYAH
Pondok Pesantren An
Nahdliyah, Komplek
Pesantren Al Mimbar,
Sambong Dukuh - Jombang
Wawancara: Gus Rohim
Pesantren
ini baru berdiri tahun 2002 namun sudah berhasil mendidik santri khusus korban
kriminalitas dan kekerasan. Meski hanya memiliki santri sekitar 25 orang namun
jelas arah dan tujuan didirikan pesantren An Nahdliyah ini. Oleh karena itu
kami pilih pesantren ini untuk mendalami beberapa masalah kekerasan, baik dari
sisi minor seperti KDRT (Kekerasan Dalam Rumah Tangga) maupun secara mayor,
seperti korban kriminalitas, korban kekerasan atas nama agama, korban kejahatan
sosial-masyarakat, korban dari cuci otak kalangan radikalisme, dan lain
sebagainya.
Gus Rohim tampak sudah menguasai perihal masyarakat akar rumput dan hal-hal
yang selama ini belum terungkap. Seperti beberapa kaitan metode untuk merubah
mindset personal yang militan untuk jihad, perihal kerumitan kode-kode rahasia
pelaku teror, dan masyarakat awam yang memiliki spirit jihad namun tidak
memiliki keilmuan yang cukup tentang islam sebenarnya.
Pesan Beliau: Kepada pemerintah
hendak lebih mempertegas dalam mengawasi kebebasan berpikir dan turun langsung
ke dalam kegiatan kemasyarakatan yang bernuansa keagamaan. Kepada masyarakat,
generasi muda, kaum muslim hendaknya dalam mempelajari agama kepada yang lebih
ahli seperti kiai, ustadz, ulama, dan lain-lain. Atau kepada lembaga yayasan
Islam setempat seperti pesantren pada umumnya. Kepada pemerintah, setidaknya
berperan aktif dan bersedia menyediakan wadah bagi masyaratkat dalam memberikan
arahan pola pikir yang bernuansa Islam yang kaffah dan pemerintah dituntun
untuk mengawasi penyebaran faham-faham bebas terutama di media sosial.
14. PESANTREN TAMBAKBERAS
Pondok Pesantren Bahrul
Ulum, Tambakberas - Jombang
Wawancara: K.H. M. Wafiyul
Ahdi, SH., M.Pd.I
Mbah Wahab (K.H. Abdul Wahab Hasbullah Said) adalah generasi ke-3 dari
Pondok Pesantren Bahrul Ulum yang juga salah satu pendiri Nahdlatul Ulama dan
sekaligus pencipta lagu perjuangan Subbanul Wathon (pemuda
tanah air/negara) yang dahulu digunakan untuk mengusir penjajah dan kemudian
gencar kembali digunakan akhir-akhir tahun 2008 hingga 2017 sebagai jihad
pemersatu tanah air dan cinta tanah air (Hubbul Wathon) sebagai tantangan untuk
menolak keras terhadap ormas lain yang menginginkan negara islam (khilafah
Islamiyah). Tentang profil Mbah Wahab sebelumnya pernah kami angkat pada akun
media sosial Pusat Studi Pesantren Jawa Timur.
|
15. PESANTREN SIDOWARAS
Pondok Pesantren Al
Ghozaliyah,
Sidowaras - Jogoroto -
Jombang
Wawancara: Gus M. Abdul
Qohir Al Jurjani
Corak Pesantren ini adalah tarbiyah dan tarekat, meski daerah pesedaan
namun tetap bertahan kokoh dan lebih-lebih Gus Qohir ini adalah sosok pimpinan Pagar
Nusa (salah satu badan otonom di bawah NU yang fokus pada teknik bela diri
dan seni pencak silat nusantara) yang tentunya sangat diminati pada masyarakat
pedesaan.
Semangat dakwah di pedesaan memang bukanlah perkara mudah, kondisi ekonomi
masyarakat ikut memengaruhi fasilitas pesantren yang tergolong sederhana dan
nampak bangunan kuno yang masih belum bisa direnovasi, namun jiwa dan semangat
mendidik tidak pernah pudar dengan alasan keterbatasan dana dan fasilitas. Dari
semangat inilah pendidikan tulus benar-benar tumbuh di pesantren.
Terkait isu kekerasan dan radikalisme Beliau tidak banyak menjawab selain
kondisi masyarakat pedesaan yang selalu damai meski berdampingan dengan warna
yang berbeda, diluar itu Beliau memang sudah disibukkan dengan agenda rutinitas
lapangan dan pengabdian yang cukup padat. Sehingga Beliau menyampaikan dengan
rendah hati bahwa urusan radikalisme beragama dan intoleransi bukan hal yang
benar-benar dikuasai olehnya, dari pada menyesatkan Beliau lebih memilih diam
atau malah berbalik tanya agar Beliau mendapat ilmu.
16. PESANTREN HUBBUR ROHMAN
Pondok Pesantren Hubbur
Rohman, Jogoroto - Jombang
Wawancara: Gus M. Abdul Qohir Al Jurjani
Pesantren Rehabilitasi atau Pesantren untuk orang-orang gila, memiliki
sekitar 3000 santri gila dari seluruh daerah di Jawa Timur. Tahun 2016 telah
diresmikan oleh Persiden Joko Widodo dan dibangunkan gedung yang lebih layak,
yang berpuluh tahun sebelumnya dari bambu, adalah berawal dari keresahan pengasuh
pesantren tentang nasib orang-orang keterbelakangan mental atau gila di jalan
yang kurang ada perhatian dari pemerintah.
Desa Sidowaras berarti menjadi sehat (jiwa; tidak gila) yang sudah lama
terkenal sebagai pesantren untuk orang gila. Kemudia diberi nama baru
GCK (Griya Cinta Kasih) sesuai dengan nama arabnya. Dan Pesantren ini masih
dalam Yayasan Pesantren Al Ghozaliyah. "Semua kami lakukan atas dasar
kasih sayang. Semuanya gratis. Karena ini merupakan tanggung jawab sosial, dan
kami berharap warga di Jawa Timur yang ingin mendapatkan rehabilitasi, terkait
tentang kejiwaannya bisa menggunakan fasilitas di gedung ini," ucapnya. "Kini
ruang perawatan yang dulunya berdinding bambu kini berubah berdinding tembok
dan berlantai keramik,"
“Orang-orang disini bisa bekerja
serabutan dan bermanfaat untuk perkebunan, pertanian, kebersihan lingkungan,
penataan desa, perbaikan saluran dan jalan, hal ini lebih mulia orang-orang
rehabilitasi ini dari pada mereka para teroris yang mengancam jiwa dan
ketenangan manusia lainnya, hahaha,” tawa beliau lepas ketika melihat suasana
kerja para santri gila dan menemani kami wawancara sambil melihat kondisi
langsung.
17. PONDOK NJOSO (1)
Pondok Pesantren Al Furqon, PP Darul
Ulum, Rejoso - Jombang
Wawancara: K.H. M. Mustain
Dzul Azmi
Pendiri Pesantren Njoso atau Rejoso adalah K.H. Tamim dan kemudia K.H.
Romli Tamim yang terkenal dengan jamaah thoriqonya. Pesantren Darul Ulum
memiliki 33 komplek bagian yang tersebar disekitar lingkungan desa Rejoso.
Salah satu pesantren yang sangat aktif baik dalam media sosial dan realita
adalah Asrama Al Furqon, yang di pimpin oleh Kiai Azmi dengan jumlah sekitar
200-an santri yang di asuh langsung oleh Beliau.
Tujuan pendidikan di pesantren adalah menciptakan dan mengembangkan
kepribadian muslim, yaitu kepribadian yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan,
berakhlak mulia, bermanfaat bagi masyarakat, mampu berdiri sendiri bebas, dan
teguh dalam kepribadian, beragama dengan sehat, dan mencintai ilmu untuk
mengembangkan kepribadian manusia. Agama tidak bisa dipelajari secara otodidak perlu
ada pembimbing yang lebih ahli dalam mempelajari al-Quran dan sunah. Apalagi
dalam mempelajari ayat plural dalam
Islam. Ada beberapa prinsip dalam Islam dalam titik temu keragaman budaya di
sekitar kita. Tindakan teroris yang sering kali muncul di tengah-tengah masyarakat
belakangan ini yang menyerukan atas nama agama khususnya Islam telah
membuktikan bahwasanya terdapat kesalahpahaman umat dalam menanggapi kandungan
hukum dalam al-Quran. Hal ini disebabkan dari cara mempelajari agama yang
ditempuhnya. Berdasarkan pembahasan sebelumnya bahwasanya al-Quran telah membantah
tindakan yang bersifat terorisme tidak di diajarkan dalam Islam. namun hal
tersebut dikarenakan semena-menanya dalam menafsirkan hukum Tuhan. Islam
memberikan kebebasan dalam beragama tidak ada paksaan dalam
memeluknya.Pesantren memberikan kontribusi dalam memahami agama secara sehat
yang sesuai dengan ajaran hukum-hukum dalam al-Quran dan sunah. Pesantren
bertujuan untuk menciptakan masyarakat yang bertakwa dan berilmu. Serta
bertujuan untuk menjauhkan faham-faham radikal.
18. PONDOK NJOSO (2)
Pondok Pesantren Al
Khodijah PP Darul Ulum,
Rejoso - Jombang
Wawancara: Gus Rusdan
Tamim
Sama dengan Pesantren Al Furqon, namun berbeda konsep dan sudut pandang
dari asrama Al Khodijah yang pendekatannya lebih dari sisi entrepreneur dan
sosial management. Satu rumpun dalam Pondok Pesantren Darul Ulum, Gus Dani
dengan sangat ramah menerima kehadiran kami di cafe Beliau bernama Timbul
Cafe. Dan Beliau
menyampaikan gagasan di warung kopinya.
Dakwah Warung Kopi, perlu dilakukan rekayasa sosial mulai dari hal
yang paling sederhana. Salah satu jalan sederhana namun dapat berdampak luas
adalah menyebarkan paham Islam yang rahmatan lil ‘alamin melalui
forum-forum informal seperti warung kopi. Mengapa dakwah warung kopi? Sudah
menjadi rahasia umum bahwa masyarakat Indonesia terutama pemudanya gemar
nongkrong berjam-jam di warung kopi, dimana pembicaraan paling dominan di
dalamnya tidak akan jauh dari isu politik, olahraga, dan agama. Sehingga warung
kopi menjadi tempat yang sangat potensial untuk berdakwah. Lalu mengapa fokus
pada pemuda? Karena berbagai kasus membuktikan bahwa penyebaran paham-paham
radikal banyak menjadikan pemuda sebagai sasaran. Hal ini karena pemuda adalah
manusia yang membutuhkan aktualisasi diri, memiliki energi berlebih, namun belum
memiliki kematangan emosi sehingga masih mudah diombang-ambingkan.
Konsep dakwah warung kopi ini membuktikan bahwa dakwah tidak harus formal
di atas mimbar, menggunakan gamis, surban, ataupun membawa tasbih kemana-mana.
Namun dakwah juga bisa dilakukan dengan kaos oblong, jeans, atau pakaian casual
namun tetap sopan lainnya untuk lebih membaur dengan generasi muda dan
masyarakat umum. Forum informal seperti warung kopi dapat menjadi momentum
santai untuk berdiskusi seputar agama dengan menjadikan pemikiran moderat
sebagai platformnya. Dengan pendekatan dakwah yang lebih casual, santai, dan
membaur maka pemikiran-pemikiran moderat yang anti radikalisme akan lebih mudah
diterima dan dipahami oleh masyarakat khusunya para pemuda.
19. PESANTREN PACULGOWANG
Pondok Pesantren
Tarbiyatun Nasyi'in,
Paculgowang - Diwek -
Jombang
Wawancara: Gus Ahmad Zaini
Manshur
Nama Paculgowang adalah nama desa yang kemudian melekat pada nama
pesantren, seperti halnya pesantren lainnya. K.H. Aziz Manshur adalah tokoh
sentral pesantren salaf ini, Beliau memiliki sejarah panjang tentang pengabdian
sebagai manusia pendidik sejati, pemimpin pesantren, tokoh panutan politik, dan
tauladan para pesantren-pesantren lain.
"Tidak ada hubungan antara pesantren dan teroris, atau juga tidak
disebut islam jika orang itu melakukan aksi teror. Pesantren tidak ada yang
mengajarkan radikalisme, kekerasan, apalagi sampai bom bunuh diri untuk jihad
atas nama agama. Jika ada radikalisme atas nama islam, sudah bisa saya pastikan
bahwa orang itu bukan islam, orang itu bukan muslim, karena arti muslim sendiri
itu selamat dan saling menyelamatkan, bukan saling membunuh" tutur Gus
Zaini Manshur dengan tegas.
"Saya ingin ketemu langsung orang-orang yang
radikal dan orang-orang yang ingin mati konyol, kabari saya kalau ada, bilang
saja ini urusan saya" tambahnya sebagai penutup sebagai tanggapan beliau tentang radikalisme
beragama. Sosok Gus Zen (Ahmad Zaini Manshur) adalah sosok yang cukup tegas
dank eras terhadap prinsip-prinsip pesantren, namun tidak lepas dengan guyonan
yang segar untuk selalu dilontarkan disetiap beberapa perbincangan.
20. PESANTREN TEBUIRENG
Pondok Pesantren
Tebuireng, Diwek - Jombang
Wawancara: K.H. Fahmi
Hadzik
Hadratus Syaikh K.H. Hasyim Asyari, adalah tokoh utama pendiri NU (Nahdlatul
Ulama) dan juga pendiri pesantren Tebuireng. Tokoh-tokoh besar bangsa ini
berasal dari Pesantren Tebuireng, Jombang. sehingga sebuah kewajiban bagi kami
untuk hadir langsung di Tebuireng, Terkhusus untuk Almaghfurlah K.H. Wahid
Hasyim (mantan mentri agama, ayah Gus Dur), K.H. Abdurrahman Wahid
(Presiden ke 4 Republik Indonesia). Pesantren ini memiliki peran penting dalam
banyak hal.
Kiai Fahmi sangat mendukung kampanye perdamaian dari Pusat Studi Pesantren
Jawa Timur, lebih-lebih jarang adanya lembaga yang memberikan serta
memfasilitasi jaringan antar pesantren yang benar-benar fokus dan intens
terkait isu-isu nasional dan internasional. Secara umum beliau mendukung
pergerakan kami dan dengan adanya kampanye santri anti radikalisme adalah upaya
untuk membentengi bibit-bibit muda pada tahun-tahun yang akan datang, yang
mungkin tidak bisa dirasakan secara langsung sekarang, tapi dapat dirasakan
untuk masa depan.
Terkait konsep dan metode Beliau lebih mempercayakan pada para santri yang
masih muda untuk membikin gerakan, pemikiran, waktu, dan ilmunya untuk saling
mendukung gerakan damai ini. Lebih-lebih jika gerakan ini digotong bersama-sama
dari lintas pesantren, maka akan ada gerakan masif yang positif dan akan
memberikan sentuhan budaya yang lebih beradab menuju masyarakat madani.
PENUTUP
Road to Pesantren 2017
Rasa syukur dan terimakasih kami sampaikan pada Tuhan yang Maha Esa,
terimakasih terutama kepada kakanda kami Gus Achmad Ubaidillah, S.Hum, yang
sudah membimbing kami dengan penuh kesabaran dan teladan keilmuannya. Kepada
Bapak Gurdith Sigh dan Kakak Aurel kami sampaikan terimakasih atas kesempatan
untuk kegaiatan ini. Dan kepada staf Pusat Studi Pesantren di Jakarta dan Bogor
yang tidak bisa kami sebutkan satu-satu. Tak kalah penting juga pada semua
sahabat Pusat Studi Pesantren Jawa Timur yang sangat luar biasa.
Dari 20 pesantren yang kami kunjungi tidak selalu ada kesempatan untuk
mendokumentasikan secara langsung terkait wawancara dan pertemuan. Baik berupa
foto maupun video, karena dalam beberapa kunjungan kami mengalami kendala
beberapa alat dokumentasi mengalami keterbatasan berupa daya baterai atau
memori penyimpanan karena keterbatasan atau kurangnya antisipasi. Hanya ada 2
Pesantren yang sama sekali tidak dapat kami rekam secara baik. Namun rekaman
itu sangat melekat dan berkesan di hati kami.
Semua pesantren sangat antusias dan mendukung visi dan misi dari Pusat
Studi Pesantren Jawa Timur, tidak ada yang menolak atau berbeda pemahaman
dengan kami. Baik dari Kiai, Putra Kyai, Ustadz, dan santri mereka mendukung
bahkan malah kami mendapatkan ilmu, pengetahuan, informasi, contoh, dan arahan
dari yang kami kira sebelumnya. Kami sangat bahagia dengan adanya Tour to
Pesantren di akhir tahun 2017 yang sangat berkesan. Semoga dengan adanya
kegiatan ini menjadikan kita semakin bijak dan bermanfaat bagi manusia lainnya
serta bagi diri sendiri tentunya. Amin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar