Mengenal Strategi “Kulak Ilmu” dari Kiai Asrori Ahmad Magelang
Oleh: Rijal Mumazziq Z
Ini adalah foto saat saya sowan ke maqbarah KH. Asrori Ahmad, PP Raudlatut Thullab Tempuran Magelang, akhir Agustus 2017, bersama putra bungsu beliau, Gus Cholil Mustamid Asrori. Saya sowan setelah semalam diajak KH. A. Achmad Labib Asrori, kakakya Gus Cholil, ngobrol ngalor ngidul di acara Jamaah Kopdariyah Magelang. Setelah itu, obrolan berlanjut di kediamannya bersama Bani Katimin, Mas Achmad Salaf, dan Wan Rasyid Arasy Id.
Kiai Asrori, yang lahir di Magelang pada 1923 ini tergolong penulis produktif, terutama karya-karya terjemahan. Kariernya sebagai penulis dan penerjemah dimulai tahun 1961. Agar tetap pada jalur keilmuannya, Kiai Asrori minta bimbingan dari para gurunya, KH. Ma'shum Lasem, KH. Baidlowi Lasem, dan KH. Bisri Mustofa Rembang. Para gurunya ini, kadang diminta mengkoreksi, kadang juga diminta memberi kata pengantar.
Guru yang paling mempengaruhi gaya tulisannya adalah KH. Bisri Mustofa Rembang. Jarak Lasem (tempatnya mondok saat itu) memudahkannya untuk silaturrahmi ke kediaman Kiai Bisri di Rembang yang hanya berjarak 12 KM. Prinsipnya "Sekali dayung tiga pulau terlampaui". Selain menjaga hubungan emosional, Kiai Asrori memiliki tujuan lain; pertama, bisa langsung memohon kitab-kitab yang ditulisnya untuk menjualkannya, yang hasil labanya bisa dipakai menopang hidupnya di pesantren; kedua, bisa menimba fatwa, pengalaman, dan informasi kemasyarakatan yang sedang berkembang; ketiga, tentu saja bisa kulakan ilmu bagaimana menjadi seorang penulis handal dan penerjemah yang baik. Strategi kulak ilmu demikian sangat menunjang keberhasilannya kelak.
Terbukti, karier kepenulisannya melesat, hingga saat meninggal dunia pada 1994, jumlah kitab-kitab terjemahannya mencapai ratusan, meliputi berbagai disipilin ilmu. Di antara karya-karya Kiai Asrori yang masyhur adalah Nur al-Duja fi Tarjamah Safinat al-Naja, Tashil al-Rafiq fi Tarjamati Sullam al-Taufiq, Tarjamah Riyadl al-Shalihin, Tarjamah Irsyad al-Ibad, Tarjamah Risalah al-Muawanah, serta puluhan karya lainnya. Karya beliau lintas keilmuah: fiqh, hadits, akhlak, tauhid, tasawuf, dan sebagainya. Di antara penerbit yang intens mengunggah karyanya ke publik: Thoha Putra, Menara Kudus, Raja Murah Pekalongan, Wisma Pustaka, Cahaya, Istiqomah, Mahkota, dan sebagainya.
Dalam proses penyusunan dan penerjemahan ke dalam bahasa Jawa itu, Kiai Asrori sungguh unik. Pengasuh PP Raudlatut Thullab Tempuran Magelang ini tak memiliki kamus seperti Munjid, Mu'jamul Wasith, dan al-Munawwir. Beliau lebih memilih mengkomparasikan (membandingkan) antara kitab satu dengan kitab lain yang serupa. Jika kurang mantap, ia kadang mendiskusikannya dengan para Khaththath (penulis kaligrafi kitab) yang telah hafal dengan gaya penulisan Kiai Asrori.
Tak hanya itu, Kiai Bisri Musthofa kemudian tertarik menjodohkan Kiai Asrori dengan adik iparnya. Maka jadilah nama terakhir ini menikah dengan Ny. Hj. Ma’munatun binti KH. Cholil Harun, Kasingan, Rembang.
Selain hubungan erat dengan Kiai Bisri Musthofa, Kiai Asrori memiliki cerita menarik dengan Kiai Bisri lainnya, yaitu KH. Bisri Syansuri. Yaitu, saat silaturrahmi ke kediaman Kiai Bisri di Denanyar, Kiai Asrori dianugerahi ijazah doa. Menurut Kiai Bisri, ijazah doa tersebut diperoleh dari KH. A Wahab Hasbullah. Setelah diberi ijazah, timbul keinginan Kiai Asrori untuk menyebarluaskan doa tersebut. Kiai Bisri tak keberatan. Maka, manfaat doa tersebut diperjelas oleh Kiai Asrori dengan mengambil keterangan dari kitab Nuzhatul Majalis (berbentuk satu halaman plano yang diterbitkan "Menara Kudus").
Selain hubungan erat dengan Kiai Bisri Musthofa, Kiai Asrori memiliki cerita menarik dengan Kiai Bisri lainnya, yaitu KH. Bisri Syansuri. Yaitu, saat silaturrahmi ke kediaman Kiai Bisri di Denanyar, Kiai Asrori dianugerahi ijazah doa. Menurut Kiai Bisri, ijazah doa tersebut diperoleh dari KH. A Wahab Hasbullah. Setelah diberi ijazah, timbul keinginan Kiai Asrori untuk menyebarluaskan doa tersebut. Kiai Bisri tak keberatan. Maka, manfaat doa tersebut diperjelas oleh Kiai Asrori dengan mengambil keterangan dari kitab Nuzhatul Majalis (berbentuk satu halaman plano yang diterbitkan "Menara Kudus").
Jejak kepenulisan Kiai Asrori kemudian dilanjutkan oleh putra-putranya: KH. Said Asrori, Pengasuh PP. Raudlatut Thullab; Pak Kiai Ma’ruf Asrori, direktur Khalista Surabaya; dan Kiai Labib Asrori, yang kesemuanya memiliki banyak karya buku.
Wallahu A’lam Bisshawab
Cc: Lina Juhaidah Ahmad Musthofa Haroen Wajih Haroen Emha Nabil Haroen Emha Nabil Haroen Full Faiz El Muttaqin Akil Scooteran Lubaid Sa'id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar