Selasa, 21 November 2017

Profil Pusat Studi Pesantren

Pusat Studi Pesantren (PSP) adalah lembaga nirlaba yang diniatkan untuk menjadi wadah bagi proses pengkajian dunia kepesantrenan dan pengembangan pemikiran Islam secara umum, serta wadah bagi jejaring pesantren yang mengembangkan wawasan yang lebih moderat dan terbuka.
Secara umum, PSP juga diorientasikan untuk menjadi jembatan penghubung antara dunia pesantren dan dunia di luarnya, sekaligus menjadi media yang memfasilitasi proses dialog dan pencerahan untuk mengeliminir mispersepsi dan misinterpretasi publik terhadap dunia pesantren.

VISI
Mengacu pada peran strategis pesantren, maka Pusat Studi Pesantren (PSP) mengembangkan transformasi demokratik melalui dunia pesantren. Transformasi ini merujuk pada pembentukan masyarakat demokratis yang menghargai kemajemukan, kewarganegaraan, dan nilai-nilai Islam rahmatan lil ‘alamin.

MISI
Pusat Studi Pesantren (PSP) mengemban komitmen melakukan penelitian interdisipliner yang berkaitan dengan pesantren, Islam dan demokrasi. Pusat Studi Pesantren (PSP) juga berupaya mewujudkan dan mengembangkan pelbagai aktifitas positif dan transformatif, khususnya dalam upaya menyebarkan gagasan dan pandangan mencerahkan, moderat, ramah, toleran, inklusif dan modern.

TUJUAN
Pusat Studi Pesantren bertujuan: Sebagai sarana komunikasi dan menumbuhkan ukhuwah diantara umat Islam, khususnya di kalangan masyarakat pesantren di Indonesia; Menumbuhkan dan mensosialisasikan pandangan dan sikap-sikap serta misi Islam yang mencerahkan, moderat, ramah, toleran, inklusif dan modern di kalangan masyarakat; Menumbuhkembangkan nilai-nilai perdamaian antar sesama umat manusia; Membangun jembatan penghubung menuju reintegrasi kalangan pesantren dan masyarakat sekitarnya

EMPAT ISU PRIORITAS
Terdapat empat isu prioritas yang diperjuangkan oleh PSP untuk mencapai masyarakat demokratik tersebut yaitu:
Pertama, perawatan atas kemajemukan agama, baik melalui dialog lintas iman (interfaith dialogue) maupun perlindungan atas hak-hak minoritas beragama. Agenda ini urgen sebab masyarakat demokratik membutuhkan perawatan atas kemajemukan bangsa, dengan menempatkan agama bukan sebagai sumber konflik melainkan harmoni. Tradisi moderatisme (tawazun) dan jalan tengah (tawasuth) pesantren menempatkan lembaga ini sebagai garda depan perawatan kemajemukan agama.
Kedua, deradikalisasi agama. Sebuah masyarakat demokratik membutuhkan paham keagamaan yang moderat. Hal ini terkendala manakala sebagian umat beragama memahami agama secara radikal. Deradikalisasi agama merupakan upaya moderasi pemahaman keagamaan sehingga umat beragama tidak terjebak memahami agama sebagai ideologi yang meniadakan (pemahaman) agama lain. Deradikalisasi juga meliputi pemetaan gerakan-gerakan keagamaan radikal untuk mengetahui ideologi, persebaran, rekrutmen dan perjuangan mereka.
Ketiga, kesetaraan gender. Agenda ini merupakan pengarusutamaan kesetaraan gender sebagai bagian dari pembentukan masyarakat demokratis. Kesetaraan ini tidak hanya terjadi pada wilayah ketimpangan relasi gender melainkan perlindungan hak-hak perempuan dari diskriminasi berbasis gender.
Keempat, kepedulian lingkungan. Gerakan kepedulian lingkungan merupakan wujud nyata implementasi teologi lingkungan yang perlu ditumbuhkembangkan di kalangan pesantren. Teologi lingkungan yang ditransformasikan kepada santri akan menjadi landasan teologi untuk melakukan berbagai gerakan pada level praktis di masyarakat seperti gerakan konservasi, tree plantation, kesadaran merawat lingkungan dan aktifitas lain terkait kepedulian terhadap lingkungan.

PROGRAM
Untuk mewujudkan visi, misi, tujuan, dan fungsi di atas, Pusat Studi Pesantren (PSP) melaksanakan berbagai usaha yang halal dan sah dengan mengikutsertakan secara aktif organisasi yang berbasis keagamaan, antara lain:

Kampanye Islam, Perdamaian, Kemanusiaan dan Demokrasi
Pusat Studi Pesantren (PSP) memfasilitasi komunikasi dan kerjasama antara bangsa, budaya, agama yang memiliki perhatian dan minat terhadap perkembangan Islam dan masyarakat Muslim, khususnya perkembangan pesantren di Indonesia.  Di samping itu mendukung kampanye Islam moderat dan inklusif yang cinta perdamaian.

Penerbitan dan Perpustakaan
Pusat Studi Pesantren (PSP) mendorong tersosialisasi dan terpublikasikannya gagasan-gagasan yang lahir dari kalangan masyarakat pesantren yang sarat dengan prinsip, tingkah laku dan cara pandang toleran, inklusif, moderat dan aktif melakukan tindakan nyata yang bermanfaat bagi umat. Pusat Studi Pesantren juga telah memulai menjembatani kalangan santri untuk turut mengisi ruang publik melalui publikasi karya-karya santri melalui suarapesantren.net. Media ini adalah bagian dari upaya untuk menyuarakan moderatisme berbasis pesantren serta media alternatif di dunia cyber.
3Membangun Database Pesantren di Indonesia
Pusat Studi Pesantren melakukan kegiatan inventarisasi dan pendataan pesantren di Indonesia serta memperoleh deskripsi mengenai gerakan masyarakat sipil di Indonesia berbasis pesantren. Berbagai infomasi tersebut dikumpulkan dan disusun menjadi database yang komprehensif.

4Pendidikan dan Pelatihan
Memberi kesempatan kepada generasi muda kaum santri untuk mengikuti pendidikan dan pelatihan dalam upaya mengembangkan kapasitas diri dan pemikiran serta pandangan ke-islam-an yang inklusif, ramah dan cinta perdamaian. Di samping itu kesempatan tersebut terbuka untuk kalangan lintas kultural, lintas bangsa dan lintas agama yang memiliki pengetahuan cukup mengenai Islam untuk mengikuti kegiatan tersebut. Kegiatan dalam program besar pendidikan dan pelatihan ini dapat berbentuk Diskusi, Workshop dan Seminar.

5. Network
Pusat Studi Pesantren berupaya mendorong terbangunnya jaringan antar pesantren untuk tumbuhnya kerjasama yang produktif antar pesantren; mendorong terbangunnya komunikasi intensif antara dunia pesantren dengan elemen masyarakat lain di luarnya.

Kamis, 06 Juli 2017

Buya HAMKA



Biografi Buya HAMKA

Hamka juga diberikan sebutan Buya, yaitu panggilan buat orang Minangkabau yang berasal dari kata abi, abuya dalam bahasa Arab, yang berarti ayahku, atau seseorang yang dihormati. Ayahnya adalah Syekh Abdul Karim bin Amrullah, yang dikenal sebagai Haji Rasul, yang merupakan pelopor Gerakan Islah (tajdid) di Minangkabau, sekembalinya dari Makkah pada tahun 1906. Beliau dibesarkan dalam tradisi Minangkabau. Masa kecil HAMKA dipenuhi gejolak batin karena saat itu terjadi pertentangan yang keras antara kaum adat dan kaum muda tentang pelaksanaan ajaran Islam. Banyak hal-hal yang tidak dibenarkan dalam Islam, tapi dipraktikkan dalam kehidupan masyarakat sehari-hari. Putra HAMKA bernama H. Rusydi HAMKA, kader PPP, anggota DPRD DKI Jakarta. Anak Angkat Buya Hamka adalah Yusuf Hamka, Chinese yang masuk Islam.

RIWAYAT PENDIDIKAN HAMKA

HAMKA di Sekolah Dasar Maninjau hanya sampai kelas dua. Ketika usia 10 tahun, ayahnya telah mendirikan Sumatera Thawalib di Padang Panjang. Di situ HAMKA mempelajari agama dan mendalami bahasa Arab. HAMKA juga pernah mengikuti pengajaran agama di surau dan masjid yang diberikan ulama terkenal seperti Syeikh Ibrahim Musa, Syeikh Ahmad Rasyid, Sutan Mansur, R.M. Surjopranoto dan Ki Bagus Hadikusumo.

Sejak muda, HAMKA dikenal sebagai seorang pengelana. Bahkan ayahnya, memberi gelar Si Bujang Jauh. Pada usia 16 tahun ia merantau ke Jawa untuk menimba ilmu tentang gerakan Islam modern kepada HOS Tjokroaminoto, Ki Bagus Hadikusumo, RM Soerjopranoto, dan KH Fakhrudin. Saat itu, HAMKA mengikuti berbagai diskusi dan training pergerakan Islam di Abdi Dharmo Pakualaman, Yogyakarta.

RIWAYAT KARIER HAMKA

HAMKA bekerja sebagai guru agama pada tahun 1927 di Perkebunan Tebing Tinggi, Medan. Pada tahun 1929 di Padang Panjang, HAMKA kemudian dilantik sebagai dosen di Universitas Islam, Jakarta dan Universitas Muhammadiyah, Padang Panjang dari tahun 1957- 1958. Setelah itu, beliau diangkat menjadi rektor Perguruan Tinggi Islam, Jakarta dan Profesor Universitas Mustopo, Jakarta.

Sejak perjanjian Roem-Royen 1949, ia pindah ke Jakarta dan memulai kariernya sebagai pegawai di Departemen Agama pada masa KH Abdul Wahid Hasyim. Waktu itu HAMKA sering memberikan kuliah di berbagai perguruan tinggi Islam di Tanah Air.

Dari tahun 1951 hingga tahun 1960, beliau menjabat sebagai Pegawai Tinggi Agama oleh Menteri Agama Indonesia. Pada 26 Juli 1977 Menteri Agama Indonesia, Prof. Dr. Mukti Ali, melantik HAMKA sebagai Ketua Umum Majlis Ulama Indonesia tetapi beliau kemudian meletakkan jabatan itu pada tahun 1981 karena nasihatnya tidak dipedulikan oleh pemerintah Indonesia.

RIWAYAT ORGANISASI HAMKA

HAMKA aktif dalam gerakan Islam melalui organisasi Muhammadiyah. Beliau mengikuti pendirian Muhammadiyah mulai tahun 1925 untuk melawan khurafat, bid’ah, tarekat dan kebatinan sesat di Padan g Panjang. Mulai tahun 1928 beliau mengetuai cabang Muhammadiyah di Padang Panjang. Pada tahun 1929 HAMKA mendirikan pusat latihan pendakwah Muhammadiyah dan dua tahun kemudian beliau menjadi konsul Muhammadiyah di Makassar. Kemudian beliau terpilih menjadi ketua Majelis Pimpinan Muhammadiyah di Sumatera Barat oleh Konferensi Muhammadiyah, menggantikan S.Y. Sutan Mangkuto pada tahun 1946. Pada tahun 1953, HAMKA dipilih sebagai penasihat pimpinan Pusat Muhammadiyah.

AKTIVITAS POLITIK HAMKA

Kegiatan politik HAMKA bermula pada tahun 1925 ketika beliau menjadi anggota partai politik Sarekat Islam. Pada tahun 1945, beliau membantu menentang usaha kembalinya penjajah Belanda ke Indonesia melalui pidato dan menyertai kegiatan gerilya di dalam hutan di Medan. Pada tahun 1947, HAMKA diangkat menjadi ketua Barisan Pertahanan Nasional, Indonesia.

Pada tahun 1955 HAMKA beliau masuk Konstituante melalui partai Masyumi dan menjadi pemidato utama dalam Pilihan Raya Umum. Pada masa inilah pemikiran HAMKA sering bergesekan dengan mainstream politik ketika itu. Misalnya, ketika partai-partai beraliran nasionalis dan komunis menghendaki Pancasila sebagai dasar negara. Dalam pidatonya di Konstituante, HAMKA menyarankan agar dalam sila pertama Pancasila dimasukkan kalimat tentang kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluknyan sesuai yang termaktub dalam Piagam Jakarta. Namun, pemikiran HAMKA ditentang keras oleh sebagian besar anggota Konstituante, termasuk Presiden Sukarno. Perjalanan politiknya bisa dikatakan berakhir ketika Konstituante dibubarkan melalui Dekrit Presiden Soekarno pada 1959. Masyumi kemudian diharamkan oleh pemerintah Indonesia pada tahun 1960. Meski begitu, HAMKA tidak pernah menaruh dendam terhadap Sukarno. Ketika Sukarno wafat, justru HAMKA yang menjadi imam salatnya. Banyak suara-suara dari rekan sejawat yang mempertanyakan sikap HAMKA. “Ada yang mengatakan Sukarno itu komunis, sehingga tak perlu disalatkan, namun HAMKA tidak peduli. Bagi HAMKA, apa yang dilakukannya atas dasar hubungan persahabatan. Apalagi, di mata HAMKA, Sukarno adalah seorang muslim.

Dari tahun 1964 hingga tahun 1966, HAMKA dipenjarakan oleh Presiden Soekarno karena dituduh pro-Malaysia. Semasa dipenjarakan, beliau mulai menulis Tafsir al-Azhar yang merupakan karya ilmiah terbesarnya. Setelah keluar dari penjara, HAMKA diangkat sebagai anggota Badan Musyawarah Kebajikan Nasional, Indonesia, anggota Majelis Perjalanan Haji Indonesia dan anggota Lembaga Kebudayaan Nasional Indonesia.

Pada tahun 1978, HAMKA lagi-lagi berbeda pandangan dengan pemerintah. Pemicunya adalah keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Daoed Joesoef untuk mencabut ketentuan libur selama puasa Ramadan, yang sebelumnya sudah menjadi kebiasaan.

Idealisme HAMKA kembali diuji ketika tahun 1980 Menteri Agama Alamsyah Ratuprawiranegara meminta MUI mencabut fatwa yang melarang perayaan Natal bersama. Sebagai Ketua MUI, HAMKA langsung menolak keinginan itu. Sikap keras HAMKA kemudian ditanggapi Alamsyah dengan rencana pengunduran diri dari jabatannya. Mendengar niat itu, HAMKA lantas meminta Alamsyah untuk mengurungkannya. Pada saat itu pula HAMKA memutuskan mundur sebagai Ketua MUI.

AKTIVITAS SASTRA HAMKA

Selain aktif dalam soal keagamaan dan politik, HAMKA merupakan seorang wartawan, penulis, editor dan penerbit. Sejak tahun 1920-an, HAMKA menjadi wartawan beberapa buah akhbar seperti Pelita Andalas, Seruan Islam, Bintang Islam dan Seruan Muhammadiyah. Pada tahun 1928, beliau menjadi editor majalah Kemajuan Masyarakat. Pada tahun 1932, beliau menjadi editor dan menerbitkan majalah al-Mahdi di Makasar. HAMKA juga pernah menjadi editor majalah Pedoman Masyarakat, Panji Masyarakat dan Gema Islam.

HAMKA juga menghasilkan karya ilmiah Islam dan karya kreatif seperti novel dan cerpen. Karya ilmiah terbesarnya ialah Tafsir al-Azhar (5 jilid). Pada 1950, ia mendapat kesempatan untuk melawat ke berbagai negara daratan Arab. Sepulang dari lawatan itu, HAMKA menulis beberapa roman. Antara lain Mandi Cahaya di Tanah Suci, Di Lembah Sungai Nil, dan Di Tepi Sungai Dajlah. Sebelum menyelesaikan roman-roman di atas, ia telah membuat roman yang lainnya. Seperti Di Bawah Lindungan Ka’bah, Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck, Merantau ke Deli, dan Di Dalam Lembah Kehidupan merupakan roman yang mendapat perhatian umum dan menjadi buku teks sastera di Malaysia dan Singapura. Setelah itu HAMKA menulis lagi di majalah baru Panji Masyarakat yang sempat terkenal karena menerbitkan tulisan Bung Hatta berjudul Demokrasi Kita.

AKTIVITAS KEAGAMAAN

Setelah peristiwa 1965 dan berdirinya pemerintahan Orde Baru, HAMKA secara total berperan sebagai ulama. Ia meninggalkan dunia politik dan sastra. Tulisan-tulisannya di Panji Masyarakat sudah merefleksikannya sebagai seorang ulama, dan ini bisa dibaca pada rubrik Dari Hati Ke Hati yang sangat bagus penuturannya. Keulamaan HAMKA lebih menonjol lagi ketika dia menjadi ketua MUI pertama tahun 1975.

HAMKA dikenal sebagai seorang moderat. Tidak pernah beliau mengeluarkan kata-kata keras, apalagi kasar dalam komunikasinya. Beliau lebih suka memilih menulis roman atau cerpen dalam menyampaikan pesan-pesan moral Islam.

Ada satu yang sangat menarik dari Buya HAMKA, yaitu keteguhannya memegang prinsip yang diyakini. Inilah yang membuat semua orang menyeganinya. Sikap independennya itu sungguh bukan hal yang baru bagi HAMKA. Pada zamam pemerintah Soekarno, HAMKA berani mengeluarkan fatwa haram menikah lagi bagi Presiden Soekarno. Otomatis fatwa itu membuat sang Presiden berang ’kebakaran jenggot’. Tidak hanya berhenti di situ saja, HAMKA juga terus-terusan mengkritik kedekatan pemerintah dengan PKI waktu itu. Maka, wajar saja kalau akhirnya dia dijebloskan ke penjara oleh Soekarno. Bahkan majalah yang dibentuknya ”Panji Masyarat” pernah dibredel Soekarno karena menerbitkan tulisan Bung Hatta yang berjudul ”Demokrasi Kita” yang terkenal itu. Tulisan itu berisi kritikan tajam terhadap konsep Demokrasi Terpimpin yang dijalankan Bung Karno. Ketika tidak lagi disibukkan dengan urusan-urusan politik, hari-hari HAMKA lebih banyak diisi dengan kuliah subuh di Masjid Al-Azhar, Jakarta Selatan.

WAFATNYA HAMKA

Pada tanggal 24 Juli 1981 HAMKA telah pulang ke rahmatullah. Jasa dan pengaruhnya masih terasa sehingga kini dalam memartabatkan agama Islam. Beliau bukan sahaja diterima sebagai seorang tokoh ulama dan sastrawan di negara kelahirannya, bahkan jasanya di seantero Nusantara, ter masuk Malaysia dan Singapura, turut dihargai.

PENGHARGAAN

Atas jasa dan karya-karyanya, HAMKA telah menerima anugerah penghargaan, yaitu Doctor Honoris Causa dari Universitas al-Azhar Cairo (tahun 1958), Doctor Honoris Causa dari Universitas Kebangsaan Malaysia (tahun 1958), dan Gelar Datuk Indono dan Pengeran Wiroguno dari pemerintah Indonesia

PANDANGAN HAMKA TENTANG KESASTRAAN

Pandangan sastrawan, HAMKA yang juga dikenal sebagai Tuanku Syekh Mudo Abuya Prof. Dr. Haji Abdul Malik Karim Amrullah Datuk Indomo tentang kepenulisan. Buya HAMKA menyatakan ada empat syarat untuk menjadi pengarang. Pertama, memiliki daya khayal atau imajinasi; kedua, memiliki kekuatan ingatan; ketiga, memiliki kekuatan hapalan; dan keempat, memiliki kesanggupan mencurahkan tiga hal tersebut menjadi sebuah tulisan.

BUAH PENA BUYA HAMKA

Kitab Tafsir Al-Azhar merupakan karya gemilang Buya HAMKA. Tafsir Al-Quran 30 juz itu salah satu dari 118 lebih karya yang dihasilkan Buya HAMKA semasa hidupnya. Tafsir tersebut dimulainya tahun 1960.

HAMKA meninggalkan karya tulis segudang. Tulisan-tulisannya meliputi banyak bidang kajian: politik (Pidato Pembelaan Peristiwa Tiga Maret, Urat Tunggang Pancasila), sejarah (Sejarah Ummat Islam, Sejarah Islam di Sumatera), budaya (Adat Minangkabau Menghadapi Revolusi), akhlak (Kesepaduan Iman & Amal Salih ), dan ilmu-ilmu keislaman (Tashawwuf Modern).

Referensi

http://id.wikipedia.org/wiki/Haji_Abdul_Malik_Karim_Amrullah
http://vakho.multiply.com/journal/item/2/Biografi_HAMKA
http://luluvikar.wordpress.com/2005/08/01/biografi-buya-hamka/
http://www.eramuslim.net/?buka=show_biografi&id=23

Senin, 03 Juli 2017

Karomah Mbah Hamid Tambakberas Jombang

Karomah Mbah Hamid Tambakberas Jombang

KH.Abd.Hamid Hasbulloh atau yg dikenal dengan sebutan mbah Hamid adalah salahsatu ulama',kyai dan pengasuh pesantren Tambakberas sebelum pesantren ini bernama Bahrul Ulum,mbah Hamid adalah putra kedua dr pasangan KH.Hasbulloh Said dan Nyai Lathifah Sepanjang,adapun putra putri KH.Hasbulloh dan Nyai Lathifah berurutan sebagai berikut:

1.KH.Abd.Wahab,2.KH.Abd.Hamid,3.Nyai Nur Khodijah( istri KH.Bisri Syansuri,denanyar),4.KH.Abd.Rochim,dan terakhir nomer 5.Nyai Fathimah(istri KH.Hasyim idris Kapas),semua putra putri mbah Hasbulloh adalah orang orang hebat yang berkhidmat untuk agama bangsa dan negara,baik secara langsung melalui perjuangan fisik melawan penjajah maupun melalui pendidikan,pengajaran,pesantren dan tarekat,itu semua menurut beberapa cerita karena tidak lepas dari upaya bathin,lelaku spirituan dan riyadhoh yg dilakukan nyai lathifah ketika mengandung ke 5 putra putrinya,apa yang dilakukan nyai Lathifah saat mengandung putra putrinya?,sungguh ini sangat berat dan langka untuk dilaksanakan orang orang zaman sekarang sebab nyai lathifah setiap mengandung putra putrinya selalu menghatamkan al Quran tidak kurang dari 100 kali hataman dalam rangka berdoa dan menginginkan diberikan oleh Alloh swt anak anak yg solih solihah dan menjadi orang yang hebat,maka tak heran dari rahim nya keluar orang sehebat mbah wahab,mbah hamid,mbah khadijah,mbah abdurrochim dan mbah fathimah.

Kembali ke mbah Hamid,penulis dapat cerita dan kisah dari gus ghozi jogja saat hari raya idul fitri 1438 H kemarin di ndalem mbah Wahab tentang karomah karomah mbah hamid yg beliau saksikan sendiri,ia bertutur:" mbah Hamid iku wali,itu yang menyampaikan mbah wahab,suatu ketika saya bertanya ke mbah wahab,mbah kenapa jenengan selalu sowan langsung ke mbah Hamid setiap datang dari jakarta,mbah wahab menjawab, "arek iku wali.." itu saya dengar sendiri,juga mbah Hamid punya rutinan ngaji setiap pagi jam 8 sampai jam 9 di ndalem kesepuhan sebelah utara masjid tapi tidak ada yg ikut ngaji,hanya mbah Hamid bacakan kitab tapi majlisnya kosong,namun demikian saat tengah tengah ngaji apabila ada kendaraan lewat di depan beliau pasti kendaraan tersebut mogok,kalau yang lewat kuda dokar atau bendi pasti kudanya tiba tiba berdiri, melenguh dan tidak bisa jalan,usut punya usut ternyata memang pada saat itu mbah hamid sedang mengaji khusus santri santri dari jin dan bangsanya,jadi orang orang hampir niteni kalu jam 8 pagi sampai jam 9 tidak ada yg berani lewat depan ndalem beliau sebab mbah hamid sedang mulang dan mengajar jin",demikian diceritakan gus ghozi jogja.

Karomah lainnya adalah kemana mana mbah Hamid selalu jalan kaki,tapi anehnya setiap ketemu orang mengucapkan salam langsung hilang seperi jalan tapi super cepat,itu yang disaksikan banyak orang pada zamannya,baik ketika ngaji rutin ke sambong,ke krapak,kalijaring dan tempat tempat lainnya,belum lagi kesaksian pak Isom Ahmadi riwayat dari ayahnya bpk Ahmadi sambong bahwa mbah Hamid berjalan di tengah tengah derasnya hujan tapi tidak basah termasuk bisa menghentikan hujan dan mendatangkan hujan ,yg demikian ini banyak yang menyaksikan dan dapat ijazahnya,diantaranya adalah kyai khudori ngrawan,guru senior Bahrul Ulum.

Dan masih banyak lagi karomah karomah mbah Hamid yang semuanya karunia dan ijin Alloh Swt karena memang mbah Hamid terkenal kyai yang sangat alim,zuhud,wirai ,istiqomah,hafal quran,daimul wudhu dan ahli puasa.wallohu a'lam bissowab.

Pacet,3 syawal 1438 H.
Penulis,
HM.Syifa' Malik al gedangi

Syaikhona Kholil 1802 M (Bangkalan-Madura)


Restorasi Peradaban Masyarakat dan Ulamanya para ulama di Tanah Jawa, Pada usia mudanya dijuluki sebagai 'Alfiyah Berjalan'.


Syaikhona Kholil: Restorasi Peradaban Masyarakat
Admin  April 1, 201

Mengenal Syaikhona Kholil

Syaikhona Muhammad Kholil merupakan ulama besar yang berasal dari Kabupaten  Bangkalan. Dilahirkan dari keluarga santri yaitu KH. Abdul Latief, mempunyai pengaruh besar pada masa itu dalam peradaban nusantara. Silsilahnya nyambung ke Rasulullah Saw.

Lahirnya Syaikhona Kholil mengalami berbagai kontroversi yang muncul ke permukaan. RKH. Fuad Amin Imron (2012), merangkum enam referensi dari berbagai sumber, diantaranya: (1) Syaifur Rachman (2001:6) menuliskan bahwa Syaikhona Kholil Bangkalan lahir pada hari Ahad Pahing tanggal 11 Jumadil Akhir 1235 H. Yaitu bertepatan dengan tanggal 14 Maret 1802 M.; (2) Mokh. Syaiful Bakhri (2006:27) menguraikan bahwa kelahiran Kiai Kholil jatu pada tanggal 11 Jumadil Itsniyah 1235 H. Bertepatan pada hari Selasa; (3) Muhammad Rifai (2010:21) menjelaskan bahwa Syaikhona Kholil lahir pada hari Selasa tanggal 11 Jumadil Akhir 1225 H yang bertepatan dengan tahun 1835 M.; (4) Sumber yang lain menegaskan bahwa Kiai Kholil Bangkalan lahir pada tahun 1252 H atau tahun 1835 M. (Tulisan di posting oleh Malik pada tanggal 26 November 1998); (5) Abdul Rozaki (2009) menuliskan bahwa syaikhona Kholil lahir pada tahun 1819; dan (6) KH. Mahfudz Hadi (2010:35) menyebutkan Syaikhona Kholil lahir di Desa Langgundih Bangkalan pada pukul 10.00 WIB. Tepatnya pada hari Selasa tanggal 11 Jumadil Akhir 1252 H/ 20 September 1834 M.Namun demikian, WordPress menuliskan tentang biografi Syaikhona Kholil dilahirkan di Bangkalan pada hari Selasa tanggal 27 Januari 1820 M atau 11 Jumadil Akhir 1235 H.

Mbah Kholil kecil sudah menunjukkan bakatnya dalam pendidikan dan ilmu pengetahuan. Gemblegan “militer” dari sang ayah yang seorang ulama besar juga mempunyai implikasi signifikan terhadap perkembangan Kiai Kholil. Diusia mudanya sudah mampu hafal Nadham Alfiyah dengan baik.

Pada masa remaja, kiai Kholil kecil menghabiskan masanya dari pesantren ke pesantren untuk menggembleng ilmunya dibawah naungan pendidikan agama. Fuad Amin (2012) menjelaskan bahwa pendidikan pesantren kiai Kholil dilakukan sejak tahun 1852 H-1858 Hatau sekitar 6 tahun, antara lain mengaji kepada Kiai Sholeh Bungah Gresik, Kiai Muhammad Noer Langitan, Kiai Arif Pasuruan, Kiai Asyik Bangil Pasuruan, Kiai Noerhasan Sidogiri Kraton Pasuruan, Kiai Abu Dzarrin Winongan, dan Kiai Abdul Bashar Banyuwangi.

Setelah itu, kehausan akan ilmu agama, Syaikhona Kholil memutuskan untuk berangkan ke Makkatul Mukarromah untuk menuntut ilmu yang lebih luas. Sehingga menjadikan dirinya lebih berkualitas, alim lahir dan bathin serta mempunyai charisma yang tinggi untuk perubahan masyarakat Madura yang lebih baik dan berperadaban. Guru-gurunya selamat di Makkah antara lain Syaikh Imam Muhammad Nawai Al-Bantani, syaikh Umar Khativ Bima, Syaikh Ahmad Khatib Sambas, Syaikh Ali Rahbini dan beberapa guru lainnya yang cenderung kepada paham alhussunnah wal jamaah.

Setelah menghabiskan dengan belajar ilmu agama dari berbagai penjuru dunia, sampailah pada ketika dimana syaikhona Khalil mengabdikan dirinya untuk masyarakat dan bangsa. Melalui pendidikan pesantren sebagai sumber pengetahuan dan peradaban bagi masyarakat Madura, syaikhona Kholil mendiri dua pondok pesantren. Ponpes Jangkebuan. Menurut penuturan KH. Ali bin Badri Azmatkhan (2007) dalam Fuad Amin (2012) bahwa pondok itu dibangun pada hari Jumat, 19 Rajab 1290 H.Semula dibangunlah masjid untuk tempat ibadah masyarakat sekitar. Kemudian dijadikan sebagai tempat terpaan bagi masyarakat yang ingin belajar ilmu agama atas bimbingannya. Kedua adalah pondok pesantren Kademangan.

Secara prinsip, kelahiran pondok pesantren bagi syaikhona kholil merupakan untuk mewujudkan masyarakat Madura yang berkualitas dan bermoral tinggi. Pendidikan pesantren dipandang lebih mencerminkan kehidupan yang harmonis dan dinamis dalam dinamika kehidupan manusia. Pendidikan agama sangat berperan terhadap kehidupan dunia. Jika pendidikan agamanya bagus dan baik, maka untuk urusan dunia insya Allah dapat dimudahkan. Mengedepankan nilai-nilai moral, syariat dan akhlak dijadikan sebagai modal pembentukan karakter manusia seutuhnya, hingga sekarang charisma syaikhona kholil masih terus mengembang dikehidupan yang serba modern. Ini menunjukkan bukti bahwa kemanfaatan ilmu pengetahuan tergantung dari implikasi yang ditransformasikan.

Membangun Peradaban Masyarakat

Atas kegigihan dan kealimannya terhadap ilmu agama, Syaikhona kholil dikenal oleh masyarakat secara luar dari tanah Madua dan Jawa, bahkan ke Luar Jawa namanya sudah memancarkan charisma ulamanya. Banyak karya dihasilkan oleh ulama kharismatik ini. Karya yang paling fenomenal adalah karya ukhuwah islamiyah melalui organisasi Nahdhatul Ulama (NU) yang dipelopori oleh muridnya sendiri yaitu Hadratus Syaikh Hasyim As’ari.

Kiai Kholil mengirimkan pesan spiritual melalui Kiai As’ad Syamsul Arifin yang ditujukan kepada Kiai Hasyim As’ari (Fuad Amin, 2012). Pesan dari Kiai Kholil itu berupa “tongkat Musa” dan “tasbih”. Atas pesan spiritual inilah menjadikan kiai Hasyim As’ari mendirikan NU sebagai organisasi keagamaan yang mengakomodir seluruh kebutuhan masyarakat yang berhaluan ahlussunnah wal jamaah.

Prakarsa Syaikhona Kholil dalam pendirian NU diakui oleh para ulama. Kiai Hasyim Asy’ari menyampaikan bahwa kiai Kholil adalah guru yang sangat dihormati oleh para kiai dan ulama jawa dan Madura (Fuad Amin, 2012). Syaikhona Kholil yang mendorong organisasi NU agar segera dibentuk. Beliau yang memberikan isyarat bahwa keberadaan NU di tengah-tengah masyarakat sangat dibutuhkan sebagai penentu arah beragama, berbangsa dan bernegara untuk sebuah kemaslahatan.

Peran serta Syaikhona Kholil terhadap NU merupakan sebuah karya agung atas pengabdiannya kepada ummat. Dari pesan dan karamahnya, dibantu dengan ketiga guru dan santrinya yaitu, Kiai Hasyim Asy’ari, KH. Wahab Hasbullah dan KH. As’ad Syamsul Arifin melalui karyanya yang disebut “Tokoh Empat Serangkai” sebagai wadah bagi para ulama-ulama pesantren.

Karya yang sampai hari ini menjadi tonggak kehidupan masyarakat Indonesia melalui organisasi yang dilahirkannya adalah sebuah bentuk keniscayaan untuk direnungkan dan diimplementasikan dalam kehidupan yang semakin kompleks.

Kiai kholil juga dikenal dengan matan alfiyahnya yang sudah diamalkan sejak masih muda. Menjadi penting bagi para santrinya untuk bisa mengaplikasikan matan alfiya diamalkan dan dihafalkan sebagai isyarat memahmi dan mengerti dalam tata bahasa arab. Kitab Tarjamah Alfiyah merupakan karya beliau menjadi rujukan di pesantren-pesantren.

Anwar Siradj pernah menceritakan tentang karya alfiya syaikhona kholil bangkalan ini. Dijelaskan oleh Kiai Anwar bahwa beliau kesulitan dalam mempelajari kitba alfiyah. Berbagai pesantren telah didatangi, belajar pada kiai-kiai besar juga sudah dilakukan, namun pemahaman terhadap kitab alfiyah tidak maksimal. Kemudian, pada suatau hari Kiai Anwar mendapatkan petunjuk, bahwa untuk bisa memahami dengan baik kitab alfiyah harus dipelajari di tempat Makam Syaikhona Kholil di Bangkalan. Petunjuk itu dilakukan oleh Kiai Anwar selama satu bulan lamanya, dengan semangat dan motivasinya untuk bisa menghafal secara baik, maka dalam waktu satu bulan, kiai Anwar mampu menghafalkannya. Tentunya dibawah bimbingan syaikhona kholi secara bathiniyah. (www.indospritual.com).

Kitab alfiyah sampai hari ini menjadi rujukan utama di pesantren-pesantren sebagai pedoman penguasaan terhadap bahasa arab dan memahami kitab kuning (kitab klasik). Dari kitab alfiyah itulah, banyak memunculkan ide kreatif bagi para santrinya untuk membuat sebuah syiiran yang menceritakan kehidupan syaikhona kholis sejak kecil hingga wafat yang pengucapannya hampir sama dengan ketika membaca kitab alfiyah.

Menjadi perenungan bagi kita sebagai manusia biasa yang hidup dalam zaman yang semakin kompleks, memetik pelajaran dari kehidupan syaikhona kholil dalam menjalani hidup dan kehidupan, menuntut ilmu pengetahuan sebagai gerbang perubahan masyarakat menjadi lebih baik, kealiman dan kearifannya mampu mengguncang peradaban manusia. Semoga kita mampu meneladaninya untuk kehidupan yang lebih baik dan berkualitas, bermanfaat dan barakah.

Daftar Bacaan
– Fuad Amin Imron. 2012. Syaikhona Kholil Bangkalan: Penentu Berdirinya Nahdlatul Ulama. Penerbit Khalista     Surabaya dan Penainsani Sidoarjo.
– WordPress. 2013. Biografi KH. Kholil Bangkalan Madura (Syaikhona Mbah Kholil).
– https://kumpulanbiografiulama.wordpress.com/2013/01/21/ biografi-kh-kholil-bangkalan-madura-syaikhona-mbah-kholil/. Diakses tangal 15 Agustus 2015.
– www.indospritual.com. 2013. KH. Kholil Bangkalan: Punya Pasukan Lebah Penghancur Musuh.
– http://www.indospiritual.com/artikel_kh-kholil-bangkalan-punya-pasukan-lebah-penggempur-musuh.html. Diakses tanggal 28 Agustus 2015.

Penulis:
Hayat (Pengurus Lakpesdam NU Kota Malang dan Dosen Universitas Islam Malang)
Penyelaras: Abdur Rahim Ahmad 

KH. Nachrowi Thohir – Bungkuk Singosari

KH. Nachrowi Thohir – Bungkuk
Admin  March 22, 2017


Pencetus Pertama Madrasah di Nusantara, Hollandsch Inlandsch School (HIS) Nahdlatul Oelama (1939) di daerah Sawahan. Madrasah HIS NO ini merupakan satu-satunya sekolah milik NU di Indonesia.



KH. Nachrowi Thohir – Bungkuk (1900 – 1980)
“Ketahuilah, bahwa kelak, suatu saat nanti tidak hanya santri-santri saja yang menjadi anggota NU. Tapi harus ada yang sarjana, insinyur, dokter, dan yang berpendidikan umum lainnya. Semua itu dibutuhkan untuk menunjang keberadaan NU yang luar biasa besar. Pada saatnya nanti.” Pesan Kiai Nachrowi kepada Kiai Saifuddin Zuhri pada tahun 1928.

Di Malang, pernah ada kiai kharismatik yang mempunyai peran penting dalam pengembangan pendidikan keislaman di Indonesia. Beliau adalah Kiai Nachrowi Thohir yang pertama kali telah mendirikan Madrasah Muslimin Nahdlatul Wathan. Kelak, madrasah ini menginspirasi daerah lain untuk mendirikan madrasah serupa. Seperti apa perjalanan hidup Kiai Nachrowi, dan apa perannya dalam mengembangkan pendidikan Islam di Indonesia? Berikut catatannya.

Kiai Nachrowi Thohir adalah putra bungsu dari ulama kharismatik bernama Kiai Muhammad Thohir atau yang dikenal dengan sebutan Mbah Bungkuk. Selama ini, Mbah Bungkuk dikenal sebagai ulama yang ‘abid (ahli ibadah) dan mempunyai karomah. Peninggalannya adalah Pesantren Miftahul Falah Bungkuk Singosari Malang. Kiai Nachrowi dilahirkan di Bungkuk-Singosari pada tahun 1900 M/1317 H. Kiprahnya sudah terlihat sejak masih muda dan ketika dewasa pun masih menaruh perhatian yang sangat tinggi untuk dunia pendidikan, khususnya bagi masyarakat muslim.

Semasa muda, Kiai Nachrowi menghabiskan waktunya untuk belajar agama kepada ayahnya. Saat itu pesantren yang diasuh Mbah Bungkuk menjadi rujukan tokoh Nahdlatul Ulama dan beberapa tokoh perjuangan lainnya. Dari Mbah Bungkuk, Kiai Nachrowi mempelajari dasar-dasar agama Islam seperti membaca al-Qur’an dan mengaji kitab-kitab tauhid (Aqidatul Awam), ilmu alat seperti Jurumiyah dan Imrithi. Setelah mengaji kepada ayahnya, Kiai Nachrowi Thohir melanjutkan pengembaraanya keilmuannya ke Jampes Kediri untuk belajar kepada seorang kiai kharismatik yang alimul allamah, arif billah,dan taammuq (mendalam) ilmunya bernama Kiai Ihsan Muhammad Dahlan Jampes.

Setelah beberapa waktu di Jampes, Kiai Nachrowi berpamitan kepada gurunya untuk melanjutkan pengembaraan ngangsu kawaruh ke Pondok Pesantren Siwalanpanji Sidoarjo yang diasuh oleh Kiai Ya’qub. Pesantren ini dikenal sebagai basis pelabuhan para ulama-ulama yang nantinya terlibat dalam pendirian Nahdlatul Ulama seperti Kiai M. Hasyim Asy’ari. Kiai Ya’qub sendiri merupakan mertua dari Kiai M. Hasyim Asy’ari. Juga tidak ada keterangan lengkap mengenai waktu yang ditempuh Kiai Nachrowi di pesantren ini. Kemudian, Kiai Nachrowi beranjak ke Pesantren Jamsaren Solo yang diasuh oleh Kiai Idris (w. 1923). Dikisahkan ketika berada di Pondok Jamsaren ini, Kiai Nachrowi bersama teman-teman sesama santri membentuk kelompok diskusi. Kelak, kelompok inilah nantinya yang turut membantu Kiai Nachrowi dalam mengembangkan pendidikan di Jagalan.

Dari Jamsaren, Kiai Nachrowi kemudian ngansu kawaruh ke Pondok Pesantren Syaikhona Muhammad Kholil Bangkalan. Pesantren inilah yang menjadi pelabuhan terakhir dalam pengembaraan keilmuan Kiai Nachrowi Thohir. Namun, ada dua keterangan lain mengenai pondok pesantren yang menjadi pelabuhan Kiai Nachrowi Thohir setelah dari Jamsaren Solo dan sebelum ke Bangkalan yaitu Pondok Pesantren Tebuireng Jombang yang diasuh Kiai M. Hasyim Asy’ari dan diceritakan pula sempat nyantri di Makkah Mukarromah. Hanya saja mengenai kedua pesantren tersebut belum ada keterangan yang lebih lengkap.

Hadir dan Berjuang di Jagalan

Setelah memutuskan untuk pulang kampus dan tinggal di Malang untuk mengabdi kepada masyarakat. Seperti gayung bersambut, Kiai Nachrowi diambil menantu oleh seorang tokoh agama sekaligus saudagar kaya asal Jagalan Kota Madya Malang yang bernama Kiai Abdul Hadi. Kiai Abdul Hadi merupakan orang yang juga memiliki perhatian tinggi dalam dakwah Islam dan pengembangan pendidikan. Atas izin Allah SWT dan inisiatif dari menantunya tersebut, Kiai Abdul Hadi membangun gedung yang akan digunakan sebagai lembaga pendidikan di atas tanah waqof dari Ibu Hj. Maryam. Bangunan dua lantai tersebut tak jauh dari kediaman Kiai Abdul Hadi dan Kiai Nachrowi. Juga terletak di Jagalan Kota Madya Malang. Sedangkan rumah kediaman Kiai Nachrowi dikemudian hari menjadi kantor sekertariat Muslimat NU.

Kiai Abdul Hadi memberikan wewenang dalam mengelola sepenuhnya kepada menantunya tersebut. Kiai Nachrowi sendiri dikenal sebagai tokoh muda yang peduli terhadap pendidikan. Sebagai seorang yang hidup pada masa akhir pemerintahan kolonial, ia melihat banyak sekali ketimpangan dan perbedaan yang sangat mencolok antara komunitas Islam dengan masyarakat lainnya terutama dibidang pendidikan. Inilah yang memicu semangat perjuangan Kiai Nachrowi. Padahal beliau sendiri tidak pernah tercatat sebagai siswa dari sekolah-sekolah yang didirikan oleh pemerintah kolonial. Sementara kemahirannya dalam tulis menulis aksara latin didapatkannya ketika nyantri di Pesantren Jamsaren Solo.

Sebagai langkah pertama, pada tahun 1921, Kiai Nachrowi Thohir mendirikan Madrasah Muslimin Nahdlatul Wathan. Nama Nahdlatul Wathan sendiri dinisbatkan dari gerakan yang dilakukan oleh para ulama nusantara yang dimulai pada tahun 1916. Walaupun tidak ada keterangan lebih lengkap mengenai hal ini, penisbatan nama Nahdlatul Wathan ini tentu bukan tidak beralasan, melainkan menunjukkan jejaring yang dilakukan oleh para ulama dahulu dalam melakukan gerakan untuk tanah air dan mengajarkan Islam secara terstruktur. Terlebih karena Kiai Nachrowi sendiri merupakan jebolan pondok pesantren yang sama dengan para ulama-ulama tersebut.

Keinginan untuk mendirikan madrasah bukan berarti bahwa Kiai Nachrowi tidak mempercayai pendidikan pesantren yang dikenal dengan pendidikan tradisional. Melainkan, ingin melengkapinya dan menyesuaikan dengan kebutuhan masyarakat. Prinsip dan kaidah almuhafadzatu ala qodimis sholih wal akhdzu bil jadidil ashlah (menjaga tradisi lama yang baik dan mengambil tradisi baru yang lebih baik) selalu dipegang teguh oleh Kiai Nachrowi Thohir dalam menapaki langkah-langkah perjuangannya. Pada waktu itu, berkembang anggapan bahwa model pendidikan di pesantren tidak lagi mengakomodir kebutuhan pendidikan generasi muda. Dalam keyakinan Kiai Nachrowi, sistem pendidikan dan materi yang diterapkan di pesantren bukanlah hal buruk bahkan tidak dapat dikesampingkan sebab pesantren merupakan lembaga pendidikan yang paling penting untuk mendidik manusia menurut fitrahnya. Namun, alangkah lebih baiknya apabila komunitas pesantren mendapatkan materi tambahan mengenai materi-materi umum lainnya. Salah satu materi umum yang diperlukan oleh masyarakat muslim terutama generasi muda waktu itu adalah materi baca dan tulis aksara. Sebab, generasi muda yang mengenyam pendidikan di pesantren hanya mengerti dan bisa menulis dengan bahasa arab saja dan tidak untuk bahasa-bahasa lain seperti bahasa latin yang digunakan dalam buku-buku yang beredar, surat menyurat dan segala keperluan administratif lainnya.

Akhirnya, Kiai Nachrowi betul-betul merealisasikan idenya untuk mengadakan penyempurnaan dalam pendidikan yang mencakup sistem pendidikan, materi, metode belajar, dan evaluasi pembelajaran demi tercapainya tujuan. Oleh karenya, Kiai Nachrowi mendirikan Madrasah Nahdlatul Wathan sebagai tonggak berdirinya Madrasah Muslimin Nahdlatul Wathan (1921), Madrasah Muslimat Nahdlatul Wathan (dirintis sejak tahun 1924), dan Hollandsch Inlandsch School (HIS) Nahdlatul Oelama (1939) di daerah Sawahan. Madrasah HIS NO ini merupakan satu-satunya sekolah milik NU di Indonesia. Dari madrasah yang didirikan oleh Kiai Nachrowi Thohir inilah muncul berbagai madrasah lain yang tersebar baik di Malang maupun di luar Malang. Sederet nama tokoh pun muncul sebagai jebolan madrasah ini, diantaranya Prof. Dr. KH. Tolhah Mansoer, Mayor KH. Oesman Mansur, Ibu Khusnul Chotimah Sali sekertaris pertama Fatayat NU, Chotib Sali (kakak dari Khusnul Chotimah), Ahmad Hudan Dardiri, dan lain-lainnya.

Mendirikan Madrasah di Jagalan

Sebagai modal awal mendirikan madrasah yaitu berupa pengalaman Kiai Nachrowi dan bagunan dua lantai yang terdiri dari beberapa ruangan, kantor, papan, dampar (meja pendek), dan tikar (alas untuk tempat duduk). Sementara waktu itu masih jarang bagunan yang terdiri dari dua lantai. Yang ada, salah satunya, adalah bangunan balai kota yang terdiri dari dua lantai juga.

Sebagai putra dari sosok kiai kharismatik asal Singosari dan menantu dari saudagar kaya ternyata tidak menjadi “karpet merah” dalam menjalankan peran sosial di tengah masyarakat. Banyak cerita mengenai hal ini. Misalnya, cerita ketika Kiai Nachrowi ingin mendirkan madrasah untuk anak-anak perempuan.

Berawal dari kesadaran bahwa pendidikan dibutuhkan tidak hanya oleh kaum laki-laki melainkan juga perempuan. Maka, pada tahun 1924 mulailah merintis kelas untuk anak-anak perempuan. Akan tetapi, rupanya keinginan untuk merintis kelas untuk anak-anak perempuan ini banyak pihak yang menentang. Penolakan tersebut berawal ketika Kiai Nachrowi meminta pendapat (sowan) ke kiai-kiai se Malang. Adapun bentuk penolakannya berupa tidak ada tanggapan (diam) sampai penolakan secara langsung. Sebab, waktu itu masih belum lazim bagi anak perempuan menerima pendidikan di sekolah formal.

Melihat tidak ada dukungan, Kiai Nachrowi kemudian mengumpulkan masyarakat terutama para orang tua murid (laki-laki) yang sudah menjadi santri di madrasah. Tentu, tanggapan negatif pun muncul. Berbagai respon negatif tersebut bermacam-macam. Ada yang hanya sekedar bergumam dalam bahasa jawa, “arek wedok onok nak pawon, lapo kathek sekolah barang (anak perempuan tempatnya di dapur, buat apa disekolahkan)”. Bahkan ada pula yang mengancam secara kasar yakni dengan senjata tajam,“lek sampek onok arek wedhok disekolahno, temenan iki sing ate melayang (kalau sampai ada anak perempuan yang disekolahkan, maka ini bakalan melayang)”, sambil menunjukkan golok/parang.

Menyikapi berbagai tanggapan tersebut, Kiai Nachrowi tak patah semangat dan terus bersabar. Beliau kembali berkonsultasi kepada para kiai dan guru-gurunya. Salah satu kiai tersebut memerintahkan Kiai Nachrowi untuk menghadap kepada Kiai Abdul Wahab Hasbullah di Tambakberas Jombang. Mendapatkan perintah tersebut, Kiai Nachrowi langsung berangkat ke Jombang. Di tengah perjalanan dari Malang ke Jombang, Kiai Nachrowi kemalaman dan bersitirahat di sebuah masjid dan tertidur. Di tengah tidurnya, Kiai Nachrowi bermimpi didatangi seseorang dan berkata dengan menggunakan bahasa jawa, “tirokno dungo iki”, kemudian seseorang tersebut melanjutnya dengan bacaan do’a “Allahumma inna nas’aluka al afwa wa al afiyah wa al mu’afah ad da’imah fi ad dini wa ad dunyan wa al akhiroh. Allahumma ahsin ‘aqibatana fi umuri kulliha wa ajirna min hissyi ad dunya wa dzahabi al akhiroh wa finatihima wa baliyyatihima inna ‘ala kulli syai’in qodir.” “Wes cukup. Nanti sesampainya di Jombang, kamu akan melihat seseorang yang sedang menggerek burung, dialah yang bernama Kiai Abdul Wahab Hasbullah”, kata orang tersebut mengakhiri percakapan. Kiai Nachrowi kemudian terbangun dan keesokan harinya melanjutkan perjalanan menuju Tambakberas Jombang.

Setibanya di Jombang, beliau kemudian bertanya kepada masyarakat sekitar dan menuju komplek pondok yang ditunjukkan orang-orang. Begitu masuk komplek pondok pesantren Tambakberas, ternyata benar, terlihat seseorang yang sedang menggerek burung. Kiai Nachrowi kemudian langsung menyapa dan mengucapkan salam. Kemudian bertanya orang tersebut apakah benar Kiai Abdul Wahab Hasbullah. Setelah mendapatkan jawaban bahwa orang tersebut adalah Kiai Abdul Wahab Hasbullah, Kiai Nachrowi langsung mengenalkan dirinya yang berasal dari Malang. Belum bicara banyak, serentak Kiai Nachrowi Thohir kaget ketika Kiai Abdul Wahab Hasbullah menanyakan do’a yang diberikan kepadanya dalam perjalanan dan meminta Kiai Nachrowi untuk membacanya. Setelah selesai membacanya, Kiai Abdul Wahab Hasbullah berkata, “Iya benar, insya Allah tujuan sampean berhasil.”

Sepulang dari Jombang, ide pendirian sekolah untuk anak-anak perempuan tersebut sudah menyebar kemana-mana bahkan sampai di luar Malang. Dan, mulai banyak anak-anak perempuan yang dititipkan sebagai santri. Karena tidak sedikit yang berasal dari luar Malang, maka Kiai Nachrowi membuka kelas di rumah kediamannya sendiri. Kamar-kamar yang digunakan untuk keluarganya juga digunakan sebagai tempat menginap para santri putri sekaligus menjadi ruang kelas. Santri putri tersebut diantaranya Aminah dan Maryam binti H. Mansur asal Sidoarjo, Khusnul Chotimah Sali asal Jagalan, Marfu’ah asal Sukorejo Pasuruan, Aliyah binti H. Ma’ruf dari Singosari, Malihah dari Karangploso yang nantinya diperistri oleh Jendral Mukhlas Rowi, serta banyak lagi nama-nama lainnya.

Seiring dengan berjalannya waktu, semakin banyak yang mendaftarkan diri sebagai santri di madrasah ini, akhirnya Kiai Nachrowi pergi ke pondok pesantren Jamsaren Solo dan menghubungi teman-temannya ketika dirinya berada di Jamsaren. Alasan lainnya karena Kiai Nachrowi juga aktif dalam konsolidasi pembentukan NU di daerah-daerah sebagaimana tercatat sebagai pendiri dan ketua NU yang pertama di Malang. Kepergian Kiai Nachrowi ke Jamsaren tersebut tampaknya membuahkan hasil yaitu didatangkannya para tenaga pengajar untuk membantu pengembangan pendidikan di Jagalan. Mereka tak lain adalah teman-teman Kiai Nachrowi dalam kelompok diskusi ketika di Jamsaren, antara lain Syaikh Abbas Syato dari Mesir, Kiai Syukri Ghozali dari Salatiga, Kiai Badrussalam dari Solo, Kiai Damanhuri dari Yogyakarta, Kiai Mustafid dari Solo, Kiai Syamsuri dari Solo, Kiai Murtadji Bisri dari Blitar dan kemudian hari ada “Menir” Hasan dari Bandung, Bapak Nur Yaman dari Semarang, Kiai Mas’ud dari Blitar. “Menir” Hasan dan Bapak Nur Yaman ditempatkan sebagai pengajar di HIS NO Sawahan.

Seiring dengan berdirinya Nahdlatul Ulama pada tahun 1926 dimana Kiai Nachrowi Thohir menjadi salah satu muassisnya, maka Madrasah Muslimin Nahdlatul Wathan tersebut berubah menjadi Madrasah Muslimin Nahdlatul Ulama. Begitu pula dengan madrasah untuk anak-anak perempuan berubah menjadi Madrasah Muslimat Nahdlatul Ulama. Dan, pada waktu selanjutnya, ketika pemerintah memberlakukan pendidikan dasar berupa Sekolah Rakyat (SR) tahun 1945, maka sekolah-sekolah yang berada pada level dasar lebih dikenal dengan sebutan SR. Begitu juga madrasah milik Nahdlatul Oelama (NO) dikenal dengan sebutan SR NO.

Penting untuk diketahui bahwa jauh sebelum sekolah-sekolah milik pemerintah memberlakukan peraturan guru harus rajin dan mengenakan pakain rapi seperti dasi, sepatu dan kopyah, madrasah/SR NO Jagalan sudah memberlakukan tradisi-tradisi tersebut: guru harus rajin mengajar, disiplin dan rapi dalam berpakaian.

Sumber:
Wawancara dengan KH. Drs. A. Buchori Amin (santri dan khodim KH. Nachrowi Thohir)
Wawancara dengan KH. Drs. Moensif Nachrowi (putra KH. Nachrowi Thohir)
Penulis:
Abdul Malik Karim Amrullah & Abdur Rahim

Senin, 27 Maret 2017

PUSAT STUDI PESANTREN (PSP)

PUSAT STUDI PESANTREN (PSP)

Pusat Studi Pesantren
Pusat Studi Pesantren (PSP) adalah lembaga nirlaba yang diniatkan untuk menjadi wadah bagi proses pengkajian dunia kepesantrenan dan pengembangan pemikiran Islam secara umum, serta wadah bagi jejaring pesantren yang mengembangkan wawasan yang lebih moderat dan terbuka.
Secara umum, PSP juga diorientasikan untuk menjadi jembatan penghubung antara dunia pesantren dan dunia di luarnya, sekaligus menjadi media yang memfasilitasi proses dialog dan pencerahan untuk mengeliminir mispersepsi dan misinterpretasi publik terhadap dunia pesantren.

VISI
Mengacu pada peran strategis pesantren, maka Pusat Studi Pesantren (PSP) mengembangkan transformasi demokratik melalui dunia pesantren. Transformasi ini merujuk pada pembentukan masyarakat demokratis yang menghargai kemajemukan, kewarganegaraan, dan nilai-nilai Islam rahmatan lil ‘alamin.

MISI
Pusat Studi Pesantren (PSP) mengemban komitmen melakukan penelitian interdisipliner yang berkaitan dengan pesantren, Islam dan demokrasi. Pusat Studi Pesantren (PSP) juga berupaya mewujudkan dan mengembangkan pelbagai aktifitas positif dan transformatif, khususnya dalam upaya menyebarkan gagasan dan pandangan mencerahkan, moderat, ramah, toleran, inklusif dan modern.

TUJUAN
Pusat Studi Pesantren bertujuan: Sebagai sarana komunikasi dan menumbuhkan ukhuwah diantara umat Islam, khususnya di kalangan masyarakat pesantren di Indonesia; Menumbuhkan dan mensosialisasikan pandangan dan sikap-sikap serta misi Islam yang mencerahkan, moderat, ramah, toleran, inklusif dan modern di kalangan masyarakat; Menumbuhkembangkan nilai-nilai perdamaian antar sesama umat manusia; Membangun jembatan penghubung menuju reintegrasi kalangan pesantren dan masyarakat sekitarnya

EMPAT ISU PRIORITAS
Terdapat empat isu prioritas yang diperjuangkan oleh PSP untuk mencapai masyarakat demokratik tersebut yaitu:
Pertama, perawatan atas kemajemukan agama, baik melalui dialog lintas iman (interfaith dialogue) maupun perlindungan atas hak-hak minoritas beragama. Agenda ini urgen sebab masyarakat demokratik membutuhkan perawatan atas kemajemukan bangsa, dengan menempatkan agama bukan sebagai sumber konflik melainkan harmoni. Tradisi moderatisme (tawazun) dan jalan tengah (tawasuth) pesantren menempatkan lembaga ini sebagai garda depan perawatan kemajemukan agama.
Kedua, deradikalisasi agama. Sebuah masyarakat demokratik membutuhkan paham keagamaan yang moderat. Hal ini terkendala manakala sebagian umat beragama memahami agama secara radikal. Deradikalisasi agama merupakan upaya moderasi pemahaman keagamaan sehingga umat beragama tidak terjebak memahami agama sebagai ideologi yang meniadakan (pemahaman) agama lain. Deradikalisasi juga meliputi pemetaan gerakan-gerakan keagamaan radikal untuk mengetahui ideologi, persebaran, rekrutmen dan perjuangan mereka.
Ketiga, kesetaraan gender. Agenda ini merupakan pengarusutamaan kesetaraan gender sebagai bagian dari pembentukan masyarakat demokratis. Kesetaraan ini tidak hanya terjadi pada wilayah ketimpangan relasi gender melainkan perlindungan hak-hak perempuan dari diskriminasi berbasis gender.
Keempat, kepedulian lingkungan. Gerakan kepedulian lingkungan merupakan wujud nyata implementasi teologi lingkungan yang perlu ditumbuhkembangkan di kalangan pesantren. Teologi lingkungan yang ditransformasikan kepada santri akan menjadi landasan teologi untuk melakukan berbagai gerakan pada level praktis di masyarakat seperti gerakan konservasi, tree plantation, kesadaran merawat lingkungan dan aktifitas lain terkait kepedulian terhadap lingkungan.

PROGRAM
Untuk mewujudkan visi, misi, tujuan, dan fungsi di atas, Pusat Studi Pesantren (PSP) melaksanakan berbagai usaha yang halal dan sah dengan mengikutsertakan secara aktif organisasi yang berbasis keagamaan, antara lain:

Kampanye Islam, Perdamaian, Kemanusiaan dan Demokrasi
Pusat Studi Pesantren (PSP) memfasilitasi komunikasi dan kerjasama antara bangsa, budaya, agama yang memiliki perhatian dan minat terhadap perkembangan Islam dan masyarakat Muslim, khususnya perkembangan pesantren di Indonesia.  Di samping itu mendukung kampanye Islam moderat dan inklusif yang cinta perdamaian.

Penerbitan dan Perpustakaan
Pusat Studi Pesantren (PSP) mendorong tersosialisasi dan terpublikasikannya gagasan-gagasan yang lahir dari kalangan masyarakat pesantren yang sarat dengan prinsip, tingkah laku dan cara pandang toleran, inklusif, moderat dan aktif melakukan tindakan nyata yang bermanfaat bagi umat. Pusat Studi Pesantren juga telah memulai menjembatani kalangan santri untuk turut mengisi ruang publik melalui publikasi karya-karya santri melalui suarapesantren.net. Media ini adalah bagian dari upaya untuk menyuarakan moderatisme berbasis pesantren serta media alternatif di dunia cyber.
3. Membangun Database Pesantren di Indonesia
Pusat Studi Pesantren melakukan kegiatan inventarisasi dan pendataan pesantren di Indonesia serta memperoleh deskripsi mengenai gerakan masyarakat sipil di Indonesia berbasis pesantren. Berbagai infomasi tersebut dikumpulkan dan disusun menjadi database yang komprehensif.

4. Pendidikan dan Pelatihan
Memberi kesempatan kepada generasi muda kaum santri untuk mengikuti pendidikan dan pelatihan dalam upaya mengembangkan kapasitas diri dan pemikiran serta pandangan ke-islam-an yang inklusif, ramah dan cinta perdamaian. Di samping itu kesempatan tersebut terbuka untuk kalangan lintas kultural, lintas bangsa dan lintas agama yang memiliki pengetahuan cukup mengenai Islam untuk mengikuti kegiatan tersebut. Kegiatan dalam program besar pendidikan dan pelatihan ini dapat berbentuk Diskusi, Workshop dan Seminar.

5. Network
Pusat Studi Pesantren berupaya mendorong terbangunnya jaringan antar pesantren untuk tumbuhnya kerjasama yang produktif antar pesantren; mendorong terbangunnya komunikasi intensif antara dunia pesantren dengan elemen masyarakat lain di luarnya.